Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menghukum sejumlah operator seluler karena terbukti melakukan praktik kartel tarif SMS. Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengapresiasi putusan MA.
"Ini kemenangan konsumen sekaligus membuktikan keberpihakan hukum pada yang benar," kata Tantowi kepada wartawan, Rabu (2/3/2016).
Tantowi menyambut baik putusan MA, apalagi pernah ada kasus pencurian pulsa yang juga merugikan konsumen. Sama seperti kasus pencurian pulsa, kerugian dari kartel SMS ini sangat besar.
"Saya menyambut baik putusan MA tersebut, setelah kasus pencurian pulsa yang potensi kerugian di rakyat mencapai hampir Rp 1 triliun rupiah, tidak jelas nasibnya," ujarnya.
Tantowi meminta operator seluler bermain fair. Keuntungan boleh dicari, namun tak boleh merugikan konsumen.
"Para operator harus bermain fair. Boleh meraih keuntungan sebanyak mungkin namun tidak boleh merugikan konsumen," ujarnya.
Kasus kartel tarif SMS ini bermula saat KPPU menerima laporan dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh sejumlah provider seluler di Indonesia. Atas laporan tersebut, KPPU langsung bergerak cepat mengawasi operator-operator yang dicurigai melakukan kartel tarif SMS sepanjang 2004-2007 untuk tarif off-net (lintas operator) pada pasar kompetitif.
Benar saja dalam kurun waktu tersebut, enam operator seluler meraup keuntungan hingga Rp 133 triliun. Atas dasar temuan itu, KPPU mempolisikan empat operator yang dinilai bersalah karena telah merugikan konsumen hingga miliaran rupiah.
KPPU menjatuhkan denda kepada pelaku kartel yaitu PT Excelkomindo Pratama Tbk sebesar Rp 25 miliar, PT Telekomunikasi Seluler sebesar Rp 25 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia sebesar Rp 18 miliar, PT Bakrie Telecom Tbk sebesar Rp 4 miliar dan PT Mobile-8 Telecom Tbk sebesar Rp 5 miliar. Putusan ini sempat dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tetapi dikuatkan kembali oleh Mahkamah Agung (MA) pada 29 Februari 2016.
(tor/van)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar