Jakarta (ANTARA News) - Pengacara senior Adnan Buyung Nasution berencana mengajukan aturan hukum untuk melindungi para wajib pajak, terutama pengusaha karena negara hanya menarik pajak saja tapi belum pernah memberikan perlindungan terhadap kemungkinan pengenaan yang melanggar rasa keadilan.

"Di atas hukum adalah rasa keadilan. Saya akan mengajukan tesis tentang bagaimana nanti supaya ada aturan untuk perlindungan terbatas wajib pajak. Selama ini negara hanya memungut pajak, tidak pernah memikirkan perlindungan wajib pajak," kata Adnan Buyung, di sela-sela sidang lanjutan uji materi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis.

Terkait lanjutan sidang uji materi pasal pajak atas alat-alat berat di UU PDRB, Adnan Buyung menegaskan upaya ini sebagai pintu masuk gagasan atas pentingnya perlindungan terhadap wajib pajak.

Kuasa hukum pemohon penguji UU PDRB ini mengatakan bahwa gagasan ini dapat dijadikan sebagai bagian dari usulan perbaikan perundang-undangan ke depan.

"Nanti, hasil keputusan uji materi UU ini sebagai preseden untuk kita mengajukan semacam aturan perlindungan wajib pajak," katanya.

Uji materi UU PDRD, terutama Pasal 1 Angka 13, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 6 Ayat 4, dan Pasal 12 Ayat 2, diajukan oleh tujuh perusahaan jasa pertambangan, yakni PT Bukit Makmur Mandiri Utama, PT Pamapersada Nusantara, PT Swa Kelola Sukses, PT Ricobana Abadi, PT Nipindo Prima Mesin, PT Lobunta Kencana Raya, dan PT Uniteda Arkato.

Sedangkan Kuasa hukum pemohon lainnya, Ali Nurdin mengatakan hakim MK haruslah memperhatikan asas yuridis, filosofis, dan logis dalam mengambil putusan atas uji materi UU PDRB.

"Apapun keputusan hakim MK harus kita hormati sebagi warga negara yang baik, namun kami optimis keputusan hakim MK dapat mengabulkan judicial review ini berdasarkan aspek yuridis, logis, dan filosofis sebagimana yang disampaikan oleh sejumlah saksi dan ahli di persidangan," kata Ali Nurdin.

Ali Nurdin mengatakan sejak dimulainya persidangan, dari pengajuan saksi ahli, baik itu pakar transportasi, hukum, dan pajak, semuanya mendukung dalil yang diajukan pemohon bahwa alat berat berbeda dengan kendaraan bermotor.

Sementara, pihak pemerintah selalu melihat kebutuhan pajak alat berat tersebut berdasarkan aspek ekonomi semata.

"Kalau dari ahli ekonomi menilai semua hal bisa dikenai pajak, namun ini kan negara demokrasi, sesuatu yang dikenai pajak harus ada argumentasinya yang jelas, rakyat harus tahu. Negara jangan semena-mena mengambil pajak kepada setiap barang yang kita miliki, karena sesuatu yang dikenai pajak harus ada argumentasinya dan akuntabilitasnya, baik dari segi hukum ataupun keuangan," katanya.

Sementara, dalam persidangan lanjutan uji materi UU PDRB, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi Indonesia (APPAKSI), Sjahrial Ong mengatakan keberatannya terkait pengenaan pajak terhadap alat berat.

Sjahrial juga mengungkapkan bahwa menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Perindustrian juga pernah menyatakan bahwa alat-alat berat merupakan alat produksi dan tidak dapat dikenai pajak karena menggunakan jalan khusus, bukan jalan umum.
(T.J008/B012)