BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 09 April 2012

Muhamad Arif - detikNews

Jakarta Sejumlah hakim menuntut adanya penafsiran resmi dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal aturan terkait gaji dan tunjangan hakim. Hal ini penting demi kepentingan kesejahteraan para pengadil.

Pendaftaran dilakukan oleh Teguh Satya Bakti, hakim dari PTUN Semarang bersama 10 orang rekannya. Dia datang sekitar pukul 13.00 WIB dan berada di gedung di MK sekitar 30 menit.

"Kami mengajukan permohonan pengujian pasal 25 ayat 6 UU No 51 tahun 2009 jo pasal 25 ayat 6 UU No 49 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo pasal 24 ayat 6 UU No 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama terhadap UUD RI tahun 1945," kata Teguh di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Senin (9/4/2012).

Ada pun pasal yang diuji berbunyi: "Ketentuan lain mengenai gaji pokok, tunjangan, dan hak-hak lainnya beserta jaminan keamaan bagi ketua wakil ketua dan hakim peradilan diatur dalam peraturan perundang-perundangan".

Menurut Teguh, pasal tersebut butuh kejelasan penafsiran. Terutama mengenai jenis peraturan perundang-undangan yang mengatur soal gaji dan jaminan keamanan.

"Kami meminta MK memberikan tafsir konstitusional terhadap UU Badan Peradilan yang mendelegasikan atau yang mengatur hak-hak hakim sebagai pejabat negara, yang melaksanakan kekuasaan kehakiman jadi UU dalam peradilannya itu sudah ada," terangnya.

"Di UU itu mengatur hak-hak hakim, tapi peraturan pelaksanaan lebih lanjut mengenai itu tidak dijelaskan dalam UU itu," sambung Teguh.

Sebelumnya, 4 ribu hakim di pelosok nusantara berencana mogok sidang sebagai upaya menuntut kesejahteraan. Kepala Pengadilan Negeri (PN) Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Achmad Pentensili, mengatakan hal ini bagian dari perjuangan hakim untuk mendapat kesejahteraan sesuai amanat UU. Dalam UU secara tegas disebutkan bahwa hakim merupakan pejabat negara, bukan PNS.

"Lebih dari sekadar menuntut kesejahteraan, tetapi bagaimana negara ini menjadikan Indonesia sebagai negara hukum," ujar hakim yang pernah bertugas di Ponorogo, Jawa Timur, ini.

Tidak ada komentar: