BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 09 April 2012

Jika Rapat dengan MA Deadlock, Hakim Mogok Sidang

Muhamad Arif - detikNews

Jakarta 30 Orang perwakilan hakim dari seluruh penjuru Indonesia menemui pimpinan Mahkamah Agung (MA) untuk meminta MA berjuang nyata meningkatkan kesejahteraan hakim. Jika jawaban pimpinan MA tidak memuaskan maka para hakim memastikan diri akan melakukan mogok sidang.

"Kami ke sini berbicara tentang kesejahteraan hakim. Kalau tidak ada titik temu antara kami dengan MA maka kami akan mogok sidang," kata hakim di PN Aceh Tamiang, Sunoto, kepada detikcom, sesaat sebelum mengikuti rapat dengan MA di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (9/4/2012).

Sunoto beserta 29 hakim datang bergelombang ke Jakarta, Minggu (8/4) dan menginap di sebuah hotel di Jalan Juanda. Para perwakilan hakim dari berbagai penjuru nusantara ini menggunakan uang patungan para hakim yang ditransfer ke Sunoto hingga terkumpul lebih dari Rp 60 juta. Dari 30 hakim tersebut, 2 di antaranya hakim perempuan.

"Saya dari Aceh. Ada yang dari Kalimantan, Jambi dan Lampung, " ujar Sunoto.

Pertemuan perwakilan mereka dengan pimpinan MA terus dipantau oleh para hakim di daerah yang tidak bisa ikut hadir di MA. Seperti diakui oleh hakim Pengadilan Negeri (PN)) Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rahmat Dahlan. Dia mengaku tidak bisa datang ke Jakarta karena biaya perjalanan sangat mahal.

"Saya idem dengan perjuangan kawan-kawan. Termasuk juga yang melakukan audiensi ke lembaga di Jakarta," kata Rahmat yang juga humas PN Larantuka ini.

Rahmat menjadi calon hakim pada 2005 dengan penempatan di Parepare, Sulawesi Selatan. Lalu pada 2008 dia diangkat menjadi hakim di Larantuka. Dengan masa kerja 0 tahun, dia hanya mengantongi gaji Rp 1.950.000 dengan tunjangan jabatan Rp 650 ribu. Remunerasi 70 persen dari gaji pokok dia terima per 3 bulan.

"Di sini untuk satu kali makan secara sederhana Rp 25 ribu," kata Rahmat menceritakan biaya hidup di Larantuka.

Membeli buku adalah mimpi karena di kabupaten tersebut tidak ada toko buku. Dengan kesejahteraan ala kadarnya, dia harus mengetatkan ikat pinggang. Untuk menyiasati biaya hidup, para istri hakim harus kreatif memutar otak guna membuat dapur tetap mengepul.

"Istri ada yang jualan kain. Beli di Sulawesi lalu dijual di sini. Kalau lagi ramai ikan, ya jualan ikan. Pokoknya mendapat tambahan penghasilan yang halal," ujar pria yang beristri PNS Gorontalo ini.

Tidak ada komentar: