Bandarlampung (ANTARA News) - Pengamat yang juga pakar hukum dari Universitas Lampung (Unila) Dr Wahyu Sasongko SH MH mengingatkan para penegak hukum agar jangan lagi memperlakukan para koruptor secara "biasa-biasa saja".

"Korupsi adalah kejahatan luar biasa karena berdampak bagi masyarakat banyak dan bermuatan kemanusiaan, sehingga penanganan hukum bagi para koruptor harus secara luar biasa," ujar dosen Fakultas Hukum Unila itu di Bandarlampung, Rabu.

Dia menegaskan, aturan penanganan hukum bagi para koruptor itu pun seharusnya sejak awal benar-benar perlu ditangani secara luar biasa.

"Ini kejahatan luar biasa atau extraordinary crime, sehingga perlakuannya pun harus secara luar biasa, tidak bisa lagi secara normal atau biasa-biasa saja," ujar Wahyu.

Ia mengingatkan penegak hukum dapat benar-benar konsisten dan menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum bagi para koruptor itu, guna mewujudkan tekad pemberantasan korupsi di negeri ini tak sekadar wacana dan pernyataan "lips service".

Pemberantasan korupsi itu harus dijalankan oleh semua lini, baik pemerintahan, dunia usaha maupun masyarakat luas, dengan dukungan pers dan LSM, kata dia.

Wahyu menilai, selama ini aparat penegak hukum masih banyak yang memperlakukan para koruptor itu belum seperti seharusnya.

Ia mencontohkan, dalam penanganan hukum kasus korupsi mantan Bupati Lampung Timur, Satono, sejak awal terlihat adanya "perlakuan khusus" dan sejumlah "keanehan" di dalam proses hukumnya.

"Kenapa sejak awal yang bersangkutan tidak ditahan, padahal dugaan kasus korupsi yang dilakukannya bernilai ratusan miliar rupiah, sementara kasus pidana biasa lainnya saja pelakunya harus ditahan," kata dia mempertanyakannya.

Belakangan, malah peradilan di Lampung memvonis Satono tidak bersalah atau bebas murni, sehingga memancing reaksi penentangan dan mempersoalkan putusan hakim tersebut.

Namun kemudian, Mahkamah Agung (MA) mengoreksi putusan itu, dan akhirnya memvonis Satono bersalah melakukan korupsi dengan hukuman 15 tahun penjara, ditambah keharusan membayar denda dan uang pengganti.

Tapi saat ini, Satono justru belum bisa dieksekusi dan dinyatakan buron (daftar pencarian orang/DPO), karena tidak jelas keberadaannya ketika harus menjalani eksekusi putusan MA tersebut.

Wahyu menilai, semua itu adalah akibat adanya "perlakuan khusus", dan kecenderungan penegak hukum di Lampung lamban menangani kasus Satono ini sejak awal.

Dia menyoroti kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi seperti itu, seharusnya sejalan dengan tekad kuat untuk melakukan pemberantasan korupsi.

"Pemberantasan korupsi itu harus dibuktikan dan diwujudkan oleh para penegak hukum yang tidak pandang bulu, tidak ada kompromi, dan harus berani menerapkan proses hukum yang luar biasa bagi para koruptor," demikian Wahyu Sasongko. (B014/R007)