BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 27 April 2012

Darmaningtyas: Kemajuan Bangsa Tidak Ditentukan Bahasa Inggris

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Seakan tertanam di alam bawah sadar sebagian masyarakat Indonesia apabila ingin pintar harus lancar berbahasa Inggris. Namun asumsi ini tidak benar seluruhnya. Sebab tidak ada korelasi antara lancarnya siswa ber cas cis cus bahasa asing dengan kualitas keilmuan siswa.

"Kemajuan suau bangsa tidak ditentukan bahasa asing atau Bahasa Inggris. Jepang sampai sekarang tidak sampai 5 persen dari warganya bisa berbahasa Inggris," kata pengamat pendidikan, Darmaningtyas, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (26/4/2012).

Selanjutnya dia mencontohkan Prancis yang tidak mengenal Bahasa Inggris. Tetapi negara itu malah bisa membuat pesawat Airbus yang membuat perusahaan Boing di AS ketar-ketir. Begitu juga dengan negara China yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pendidikan tetapi pertumbuhan ekonominya sangat diperhitungkan di dunia.

"Bahasa bukan penentu kemajuan, penentu kemajuan adalah penghayatan nalar ilmu," ungkap pria yang mengawali karier sebagai guru honorer di SMP Bina Muda, Gunung Kidul, pada 1982 silam ini.

Menyoal bahasa sebagai alat komunikasi, menurut Darmaningtyas hal tersebut bisa dipelajari lebih lanjut. Selain itu juga bisa dengan menggunakan penerjemah yang banyak tersedia di manapun.

"Di dunia internasional ada penerjemah. Tidak ada masalah. Presiden Soeharto orang yang excellent bahasa Inggrisnya tetapi selalu memakai penerjemah kecuali saat bertemu 4 mata. Karena Presiden Soeharto ingin menunjukkan ke dunia identitas Indonesia," tandas Darmaningtyas.

Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas yang mengaku tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.

Menurut Darmaningtyas, bahasa pengantar Bahasa Inggris diatur dalam Permendiknas No 79/2009 pasal 5 ayat 3,4 dan 5 yang berbunyi:

(3) SBI dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran tertentu.

(4) Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.

(5) Penggunaan bahasa pengantar bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai dari kelas IV untuk SD.

Tidak ada komentar: