Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah hakim dari lingkungan peradilan umum, agama dan tata usaha negara (TUN) mendaftarkan pengujian menggugat tiga UU tentang peradilan yang mengatur kesejahteraan hakim ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pendaftaran dilakukan oleh Teguh Satya Bakti, hakim dari PTUN Semarang bersama 10 orang hakim lainnya dari peradilan umum dan agama..

"Kami meminta dalam permohonan MK untuk memberikan tafsir konstitusional terhadap UU badan peradilan yang mengatur tentang hak-hak kehakiman sebagai pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman," kata pemohon, Teguh Satya Bhakti, usai mendaftarkan uji materi UU di MK Jakarta, Senin.

Para pemohon mengklaim mewakili hakim di seluruh Indonesia di tiga lingkungan badan peradilan ini menguji konstitusionalitas Pasal 25 Ayat (6) UU Nomor 51/2009 tentang Peradilan TUN, Pasal 25 Ayat (6) UU Nomor 49/2009 tentang Peradilan Agama dan Pasal 24 Ayat (6) UU Nomor 50/2009 tentang Peradilan Agama.

Teguh mengatakan bahwa dalam Pasal 25 Ayat (6) UU Nomor 51/2009, mereka menilai frasa yang menyebut diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan mengenai gaji pokok, tunjangan dan hak-hak lain beserta jaminan keamanan bagi ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan adalah inkonstitusional.

Dia juga menegaskan di dalam UU badan peradilan sudah mengatur mengenai hak-hak hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Namun, dalam peraturan pelaksanaan lebih lanjut belum ada yang mengatur tentang hal itu.

Dengan demikian, UU itu menjadi kabur atau tidak jelas, mengakibatkan tidak dapat terlaksananya hak-hak seorang hakim.

"Apakah ketentuan peraturan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (Perpres)," ucap Teguh.

Teguh beserta kawan-kawan seprofesi berharap Mahkamah dapat memberikan penjelasan konstitusionalnya sepanjang frasa diatur dengan peraturan perundang-undangan, menjadi diatur dengan peraturan pemerintah.

"Karena meski Presiden memiliki dua kewenangan baik mengeluarkan peraturan pemerintah maupun peraturan presiden. Yang lebih tepat adalah pada peraturan pemerintah karena hakim tidak berada di bawah langsung presiden melainkan Mahkamah Agung," katanya.

Atas pengujian UU ini, Teguh juga meminta ke Komisi Yudisial (KY) untuk mendukung dan mengawal perjuangannya ini.

Terkait permintaan para hakim ini, Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri, saat audensi dengan 30 perwakilan hakim dari daerah, mengatakan bahwa pihaknya akan ikut sebagai pihak terkait dalam pengujian UU ini.

"Kami bisa masuk sebagai pihak terkait untuk memperkuat argumentasi pemohon," kata Taufik.