Perluasan
pelayanan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan
melalui petugas pajak, tempat pelayanan terpadu (TPT), layanan unggulan,
Kring Pajak, ataupun situs Pajak harus diikuti dengan peningkatan
kualitas pelayanan, demikian disampaikan Pengamat Ekonomi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam.
"Kita harus apresiasi perluasan pelayanan di mana-mana. pajak seperti ketersediaan drop box di
mana-mana. Tapi itu belum cukup," kata Adam tentang saluran-saluran
pelayanan Ditjen Pajak.," kata Adam tentang saluran-saluran pelayanan
Ditjen Pajak.
Kualitas pelayanan pajak yang
dimaksud Adam berupa transparansi petugas pemungut pajak (Account
Representative) terkait nilai pajak yang ditanggung wajib pajak dan
kejujuran petugas untuk menjelaskan proses pemungutan pajak bagi kas
negara.
"Ketika saya berdiskusi dengan para
pengusaha, mereka seringkali merasa takut untuk membayar pajak karena
khawatir pajak yang dibayarkan akan menjadi 'ladang' oleh oknum pajak nakal," kata Adam.
Sebagai
perbandingan, Adam menyontohkan petugas pemungut pajak di Australia
akan mengembalikan uang pajak milik wajib pajak apabila kelebihan
membayarkan pajak dari nilai yang semestinya.
"Ini
tentang pengalaman saya ketika di Australia. Di sini (Indonesia), saya
belum melihat yang namanya "restitusi" dari pajak. Menurut saya itu
(restitusi) penting untuk meningkatkan semangat orang membayar pajak dan
menjelaskan bahwa mereka itu tidak 'dikerjain'," kata Adam.
Adam
mengakui belum memanfaatkan Account Representative Ditjen Pajak karena
bukan mewakili perusahaan yang harus dilayani oleh petugas pajak.
"Bagi masyarakat seperti saya, hal yang terpenting adalah diyakinkan bahwa pajak yang saya bayar akan digunakan secara benar seperti pembangunan jalan yang bagus dan fasilitas-fasilitas umum yang layak," kata Adam.
Terkait
jumlah petugas pajak dengan wajib pajak yang harus ditangani, Adam
mengatakan rasio ideal satu petugas pajak menangani 50 wajib pajak
perusahaan.
"Itu yang saya maksud dengan penerapan sistem monitoring dan evaluasi untuk mencegah penyelewengan pajak oleh
oknum pajak," kata Adam terkait pengungkapan kasus-kasus oknum pajak
oleh Ditjen Pajak dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika
Ditjen Pajak menerapkan sistem monitoring dan evaluasi, menurut Adam,
akan diketahui rasio ideal berapa jumlah wajib pajak yang harus
ditangani oleh seorang petugas pajak.
Adam
membandingkan rasio penerimaan pajak di Filipina yang lebih besar
terhadap Produk Domestik Brutonya dibandingkan rasio penerimaan pajak di
Indonesia.
"Iya, ada perbaikan di dalam sistem
investigasnya. Tapi, akan lebih bagus jika Ditjen Pajak mempunyai
sistem monitoring dan evaluasi untuk mengambil tindakan-tindakan
pencegahan penyelewengan pajak," kata Adam tentang peningkatan pelayanan
aparat kantor pajak.
Meski tidak menjelaskan
detail sistem yang dimaksud, Adam mengatakan sistem monitoring dan
evaluasi itu akan dapat menjelaskan apakah penyelewengan pajak oleh
oknum pajak bersifat sporadis atau berupa rangkaian penyelewengan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar