Laporan: Fayaddh Abubakar
RMOL. Transaksi suap di Mahkamah Agung seolah menjadi hal
lumrah lantaran pemikiran lama masyarakat terhadap para penjabat hakim
agung.
Jika ingin memberantas mafia peradilan, Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi yang harus menjadi pusat perhatian. Di gedung Mahakamah Agung itu tidak ada transparansi. Bahkan untuk sidang pun belum sepenuhnya terbuka untuk umum.
"Yang jadi masalah adalah bahwa hakim agung itu boleh seenaknya melanggar undang-undang," ungkap anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir, dalam diskusi "Advokat Juga Manusia" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (27/7).
Nudirman menjelaskan, pelanggaran peraturan kerap dilakukan oleh banyak hakim agung. Sementara, masyarakat punya penilaian yang terjebak dalam suasana penjajahan Belanda, di mana pihak-pihak penegak hukum, yakni hakim, jaksa dan polisi, dianggap tidak pernah berbuat salah.
Menurutnya, sebutan "wakil Tuhan" kepada para hakim agung adalah produk dari pemikiran lama abad ke-16. Padahal, di negara maju sebutan itu tak berlaku lagi pada para hakim.
"Makanya hakim agung kita tidak takut dihukum karena mereka merasa benar," lanjutnya.
Akibat hal itu, menurut politisi fraksi Golkar ini, proses pemberantasan mafia hukum dan segala hal yang berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia tidak kunjung alami kemajuan.
"Kalau itu dibiarkan, penegakan hukum di Indonesia tidak akan pernah terlaksana sampai hari kiamat," tutup Nudirman. [ald]
Jika ingin memberantas mafia peradilan, Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi yang harus menjadi pusat perhatian. Di gedung Mahakamah Agung itu tidak ada transparansi. Bahkan untuk sidang pun belum sepenuhnya terbuka untuk umum.
"Yang jadi masalah adalah bahwa hakim agung itu boleh seenaknya melanggar undang-undang," ungkap anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir, dalam diskusi "Advokat Juga Manusia" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (27/7).
Nudirman menjelaskan, pelanggaran peraturan kerap dilakukan oleh banyak hakim agung. Sementara, masyarakat punya penilaian yang terjebak dalam suasana penjajahan Belanda, di mana pihak-pihak penegak hukum, yakni hakim, jaksa dan polisi, dianggap tidak pernah berbuat salah.
Menurutnya, sebutan "wakil Tuhan" kepada para hakim agung adalah produk dari pemikiran lama abad ke-16. Padahal, di negara maju sebutan itu tak berlaku lagi pada para hakim.
"Makanya hakim agung kita tidak takut dihukum karena mereka merasa benar," lanjutnya.
Akibat hal itu, menurut politisi fraksi Golkar ini, proses pemberantasan mafia hukum dan segala hal yang berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia tidak kunjung alami kemajuan.
"Kalau itu dibiarkan, penegakan hukum di Indonesia tidak akan pernah terlaksana sampai hari kiamat," tutup Nudirman. [ald]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar