(dikutip dari Antara News)
Guru besar
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Prof Dr. Ina Primiana
mengatakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mesti memiliki basis data
yang baik untuk mencegah penyelewangan pajak lebih dini lagi.
Ketua
Program Studi Magister Manajemen Sains Fakultas Ekonomi Universitas
Padjadjaran ini melanjutkan, upaya menciptakan sistem birokrasi
berintegritas dan bisa menangkal praktik korupsi dapat dimulai dengan
meneguhkan basis data yang bisa diketahui internal Ditjen Pajak sehingga
sama-sama mengetahui lalu lintas pajak untuk kemudian mampu menangkal
potensi penyalahgunaan.
Ina sendiri menilai,
dalam kerangka sistem, Ditjen Pajak telah membangun sebuah sistem
birokrasi yang kuat. Masalahnya, keadaan ini dirusak oleh mereka yang
menyelewengkan kekuasaan dan tidak memiliki integritas, seperti
tertangkapnya oknum-oknum pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
beberapa waktu lalu karena praktik suap.
"Sebenarnya
yang membuat masyarakat menghindari pajak adalah karena mereka merasa
pegawai pajak berbuat seperti itu (suap)," kata Ina.
Dia
menilai masyarakat umumnya sadar bahwa mereka harus membayar pajak,
namun karena ulah oknum-oknum di internal Ditjen Pajak seperti itu, maka
masyarakat mempertanyakan jaminan bahwa uang pajak mereka dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Yang harus diketahui oleh
masyarakat saat ini adalah bahwa Ditjen Pajak bukanlah pihak yang
bertanggung jawab atas penggunaan uang pajak. Seluruh penerimaan
perpajakan disalurkan dalam anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wajib
pajak senantiasa berpikir ingin mendapatkan keuntungan dari pajak yang
mereka bayarkan, sedangkan praktik-praktik nakal segelintir pegawai
Ditjen Pajak telah membuat masyarakat menjadi skeptis.
"Wajib pajak menganggap alangkah mudahnya pegawai pajak menerima suap dari para wajib pajak nakal!," kata Ina.
Namun,
mengingat ini bukan penyakit sistemik, dan selalui saja ada dua pihak
yang terlibat (petugas pajak dan wajib pajak), Ina menganggap beberapa penyelewengan yang
belakangan terjadi menjadi lebih banyak karena faktor individual
petugas pajak, kendati dia tidak mengesampingkan ada bagian-bagian lemah
dalam sistem perpajakan.
Untuk mengatasi
perkara ini, salah satu yang perlu dilakukan Ditjen Pajak adalah membuat
para pegawai Ditjen Pajak tidak terlalu banyak menangani wajib pajak
yang jumlahnya luar biasa besar itu, bahkan wajib pajak berpostur besar
saja banyak sekali jumlahnya dan ini belum terkelola secara maksimal.
"Satu
orang petugas pajak urus ratusan orang. Itu melebihi kapasitas dia.
Apalagi jika terjadi ketidakmerataan wajib pajak yang ditangani petugas
sehingga sulit mengawasinya," kata Ina.
Dalam kerangka ini, Ditjen Pajak harus mempunyai basis data yang bagus sehingga mereka bisa mengetahui potensi-potensi potensi pajak yang bisa didapatkan.
Langkah
ini ditempuh demi membuat sistem terbuka pada Ditjen Pajak, yaitu untuk
mengetahui nilai pajak yang harus dibayarkan wajib pajak baik
perusahaan maupun perorangan. Dan ini dibandingkan dengan realisasi
pembayaran wajib pajak tadi.
Ina menekankan,
basis data diperlukan untuk mengetahui potensi kerugian atau kehilangan
penerimaan pajak. Tidak itu saja, basis data juga membuat para pegawai
pajak mengetahui skala potensi yang bisa diperoleh dari wajib pajak,
baik perorangan maupun perusahaan.
Ina melihat basis data atau database yang ada sekarang mesti ditingkatkan lagi karena memiliki sejumlah kekurangan.
"Seringkali
terjadi pada database Pajak, ada perusahaan yang sudah tutup tetapi
masih terus ditarik kewajiban pajaknya," ujar Ina.
Kantor
pajak sering beralasan bahwa pegawai mereka diganti, namun saat
bersamaan data lama yang sudah tidak relevan lagi, ternyata masih sering
digunakan. "Itu menunjukkan bahwa sistem masih lemah," kata Ina.
Bagaimanapun
juga Ina menyadari bahwa Ditjen Pajak melakukan itu semua demi
mengamankan penerimaan pajak yang senantiasa meningkat secara drastis
dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu, Ina
menyarankan sistem data yang mesti dikembangkan itu diharapkan dapat
mengetahui kelemahan jika wajib pajak tidak membayar kewajibannya atau
kewajibannya itu tidak dibayarkan sebagaimana semestinya.
Sistem data yang bagus dan benar juga dapat membuat siapapun yang tidak membayar pajak, tidak akan bisa didiamkan begitu saja.
Selain
sistem, Ina menggarisbawahi pula pentingnya memperbaiki dan membina
mental para pegawai sehingga tidak ada lagi yang berkesempatan
menyelewengkan kekuasaan atau wewenang.
Menurut
Ina, para pegawai pajak mesti didorong dan dibentuk untuk tegas menolak
suap, apalagi para pegawai Ditjen Pajak sudah menerima remunerasi yang
semestinya mengekang mereka dalam menerima suap mengingat dengan paket
remunerasi itu kebutuhan-kebutuhan hidup mereka bisa terpenuhi.
Oleh
karena itu, ada hal lain yang perlu dikuatkan lagi, seperti sistem
whistlebowing. Ina menganggap model pengawasan seperti ini cukup efektif
untuk menjerat oknum-oknum pajak seperti yang dilakukan oleh KPK.
Untuk itu, sistem ini mesti diperkuat kembali, terutama dari sisi penerapan peraturan dan hukum.
Ina juga menggarisbawahi sangat pentingnya peran serta masyarakat dalam mendorong peningkatan integritas pegawai pajak dan reformasi birokrasi pada Ditjen Pajak.
"Masyarakat harus ikut membantu melaporkan jika ada oknum-oknum yang menyeleweng," kata dia.
Untuk
itu, Ina mengapresiasi Ditjen Pajak yang telah menyediakan saluran
pengaduan masyarakat atas layanan yang Ditjen Pajak berikan. Ditjen
Pajak juga telah memiliki saluran sama yang sifatnya langsung ke KPK,
sehingga memudahkan penangkapan pegawai pajak yang nakal.
"Meski
sekarang sudah banyak pegawai pajak yang berhati-hati, saluran
pengaduan ini tetap penting untuk dijaga, terutama untuk menyampaikan
informasi bahwa ada tindakan suap pajak," pungkas Ina Pramiana.
COPYRIGHT © 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar