Jpnn
JAKARTA - Supaya kasus ijazah palsu tidak meluas,
jajaran koordinator perguruan tinggi swasta (kopertis) berharap
masyarakat selektif. Lebih baik menghindari masuk kampus yang berstatus
non aktif.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Sistem Informasi Kopertis Wilayah VII
(Jawa Timur) Purwo Bekti mengatakan, masyarakat sebaiknya menghindari
masuk ke kampus-kampus yang berstatus non aktif. Dia menuturkan
masyarakat sudah bisa mengecek sendiri status kampus melalui website
forlap.dikti.go.id
Pemilihan kampus ini penting, demi keamanan status ijazah nantinya.
Purwo mengakui memang banyak kampus yang berstatus non aktif. Khususnya
di wilayah Kopertis VII di Jawa Timur. Dia menjelaskan penyebab kampus
berstatus non aktif sangat banyak sekali. Seperti konflik internal
kampus, yang biasanya melibatkan pihak yayasan.
Status kampus non aktif yang disebabkan konflik, baru bisa diaktifkan
kembali setelah ada islah. Kampus wajib menyerahkan bukti islah, baik
itu secara instirusi maupun putusan pengadilan, kepada kopertis. Baru
setelah itu kopertis merekomendasikan kepada Ditjen Dikti untuk
mengganti status non aktif menjadi aktif kembali.
"Kemudian yang paling banyak adalah karena kampus tidak bisa memenuhi
aturan rasio minimal dosen tetap dengan mahasiswa," katanya kemarin.
Purwo menuturkan untuk prodi-prodi rumpun IPA rasio minimal dosen dengan
mahasiswanya adalah 1:30. Kemudian untuk prodi rumpun IPS rasio minimal
dosennya adalah 1:45.
Berdasarkan data resmi di website forlap.dikti.go.id ada sejumlah PTS di
Jawa Timur yang memiliki rasio dosen-mahasiswa sangat jomplang. Seperti
rasio di prodi pendidikan guru PAUD di IKIP PGRI Jember yang tercatat
1:644 (17 orang dosen tetap dan ada 10.954 mahasiswa).
Contoh lainnya prodi Ilmu Administrasi Negara di Universitas Bondowoso
dengan rasio 1:271 (4 orang dosen tetap dan ada 1.087 mahasiswa).
Kondisi paling parah terjadi di Akademi Teknologi Industri Tekstil
Surabaya dimana tidak memiliki satupun dosen tetap, tetapi memiliki 61
orang mahasiswa.
Purwo menuturkan kampus-kampus yang berstatus non aktif ini memiliki
waktu enam semester atau tiga tahun untuk perbaikan. Jika dalam tempo
enam semester tidak ada laporan perbaikan, termasuk urusan rasio dosen
dengan mahasiswa, maka akan dikeluarkan rekomendasi pencabutan izin
operasional ke Ditjen Dikti.
Menurut Purwo mencari dosen tetap baru itu sangat sulit di kalangan PTS.
Di mencontohkan untuk mencara dosen-dosen rumpun kesehatan (keperawatan
atau kebidanan) yang bergelar akademik S2 itu sangat sulit atau langka
sekali. "Contoh lainnya mencari empat orang dosen teknik informasi itu
sulitnya minta ampun," papar dia.
Purwo menjabarkan pemerintah terus berupaya menekan potensi-potensi
kejahatan akademik berupaya penerbitan ijazah palsu dan ijazah asli tapi
palsu (aspal). Dia mengatakan dengan dibukanya informasi kampus non
aktif, diharapkan bisa menekan potensi penerbitan ijazah abal-abal.
Sebab kampus yang berstatus non aktif, akan berlomba-lomba membenahi
manajemen internalnya. Pasalnya jika tanpa ada perbaikan, kampus ini
terancam bangkrut karena tidak laku. (wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar