BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 16 Desember 2011

Program Pembinaan UKM 2 Menteri Tumpang Tindih

RMOL.Sebagai salah satu penopang perekonomian, industri kecil menengah (IKM) seakan menjadi rebutan antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi. Kontribusi sektor ini terhadap pendapatan nasional masih minim.  
Misalkan saja program yang digagas Kementerian Perindus­trian tentu berbeda dengan pro­gram Kementerian Perdagangan.  Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kemen­terian Pe­rindustrian Euis Saedah menga­takan, peningkatan IKM mampu memenuhi pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pihaknya mengklaim serius berupaya mening­katkan IKM yang berbasis tek­nologi modern. Untuk itu, ia berencana merevita­li­sasi sektor IKM dan meningkat­kan peran sektor itu dalam me­nunjang perekonomian nasional.
“Kami berupaya meningkat­kan peran IKM dalam menyeim­bang­kan nilai tambah dengan industri besar. Selain itu, kami ju­ga ingin mewujudkan IKM yang berdaya saing global,” ujar Euis di Ja­karta, kemarin.
Ia menuturkan, sektor IKM akan didorong agar terus tumbuh. Pihaknya ingin menggenjot per­tumbuhan di luar Jawa, sebab, perbandingan IKM di Jawa dan luar Jawa sebesar 60:40.
Pemerataan pertumbuhan IKM ini diikuti dengan pengembangan klaster IKM dan program one village one product (OVOP). Se­lain itu, pe­merintah juga beren­cana mela­kukan restrukturisasi mesin peralatan IKM.
“Kontribusi PDB (produk do­mes­tik bruto) IKM terhadap PDB industri sebesar 34 persen. Kami akan melakukan pembi­naan un­tuk memperkuat klaster melalui forum FGD di daerah dan pen­dampingan tenaga ahli,” katanya.
Terkait hal ini, Anggota Komisi VI DPR Lili Asdjudiredja me­ngatakan, per­hatian pemerintah terhadap sek­tor IKM sudah se­rius. Namun, banyaknya Kemen­terian yang menangani program pem­berdayaan IKM justru men­jadi sandungan tersendiri.
Sebab, masing-masing Ke­men­­te­rian memiliki target dan sasaran tersendiri. Bahkan, ter­kadang tar­get tersebut tidak sa­ling terkait dengan program Ke­menterian lainnya.
“Pemberdayaan IKM pada Kemenperin merupakan pem­ber­­dayaan dalam konteks pe­ngem­bangan rantai industri se­cara ke­seluruhan. Tekanan se­perti ini je­las tidak akan ditemu­kan pada Kementerian Koperasi atau Ke­men­terian Perdaga­ngan,” sentil­nya.
Munculnya tekanan yang ber­beda-beda tersebut, lanjutnya, sudah memperlihatkan bahwa kebijakan pengembangan IKM tumpang tindih. Kementerian belum menemukan titik koor­dinasi yang efektif.
“Tumpang tindih dan program yang sifatnya parsial itu sangat dirasakan IKM. Akhirnya me­nye­babkan beberapa program yang berbiaya mahal menjadi tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Menanggapi kekhawatiran anggota DPR tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kemen­terian Koperasi dan Usaha Kecil Me­nengah (UKM) Agus Muhar­ram me­nga­takan, hal itu tidak perlu di­khawatirkan.
Dia menjelaskan, saat ini UKM di Indonesia jumlahnya sangat besar. Karena itu, butuh pe­na­nganan dari banyak pihak.
“Ada sekitar 53.838 juta unit UKM yang 98,8 persennya me­rupakan usaha mikro. Hal itu ten­tunya butuh perhatian banyak pihak, bukan hanya Kementerian Koperasi dan UKM saja. Ke­men­­terian lain juga perlu ber­peran,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.
Untuk diketahui, sekarang ini Kemenperin tengah melakukan pengembangan kewirausahaan IKM. Program yang menghasil­kan 1.323 peserta tersebut telah membina sebanyak 432 wirau­saha baru (WUB) dari sektor per­tanian, hasil laut dan perikanan.
Adapun WUB yang berhasil dibina dari sektor sandang se­banyak 630. Untuk menunjang tumbuhnya WUB, Kemenperin membantu dalam investasi per­mesinan. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: