Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Ramadhan Pohan mengatakan ada indikasi "Tata Tertib (tatib) Peliputan Pers Pada Kegiatan DPR" menyalahi Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Ada pasal yang menyebutkan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berhak untuk menolak wawancara dengan wartawan, padahal kerja jurnalistik adalah bertanya dan menurut UU KIP, sebuah lembaga negara seperti DPR wajib memberi jawaban," kata Ramadhan dalam diskusi "Membedah Tatib Peliputan Pers Pada Kegiatan DPR" di Jakarta, Kamis.

Ramadhan mengatakan bahwa seorang anggota DPR mempunyai kewajiban moral untuk menjawab setiap pertanyaan dari pewarta, baik dari media besar atau kecil, karena publik berhak untuk mengetahui setiap kebijakan atau rencana kebijakan yang akan diambil.

"Para pemipinan DPR juga beralasan bahwa ada banyak wartawan yang tidak jelas dan datang dari media kecil. Hal tersebut adalah fenomena wajar. Seorang wakil rakyat seharusnya menjawab setiap pertanyaan dari siapapun itu, meskipun dari tukang sapu," kata Ramadhan.

"Kita harus menghormati setiap pertanyaan yang muncul dari wartawan, meskipun dia datang dari media yang pembacanya hanya lima orang," kata dia.

Politisi dari Partai Demokrat yang juga mantan pewarta itu menjelaskan bahwa peran media sangat strategis untuk menyebarkan informasi dan mengkomunikasikan suara-suara wakil rakyat kepada masyarakat banyak.

"Oleh karena posisi strategis yang dimainkan oleh wartawan itulah aturan ini harus dipertimbangkan kembali, apakah aturan ini membatasi kinerja mereka atau jutru mendukung," kata Ramadhan.

Ramadhan menegaskan bahwa tugas media massa bagaimanapun juga harus dimudahkan dan aturan apapun itu jangan sampai membatasi ruang gerak wartawan untuk memperoleh informasi.

"Kalau aturan-aturan ini menyulitkan wartawan untuk memperoleh infomasi, maka tatib peliputan bisa jadi melanggar UU Pers dan UU KIP," kata dia.