INILAH.COM, Jakarta - Pembahasan revisi Undang-undang No.30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR dinilai
tidak sesuai dengan urgensi kebutuhan hukum. Demikian diungkapkan mantan
Pimpinan KPK M. Jasin kepada INILAH.COM, Minggu (11/3/2012).
"Menurut
saya dilihat dulu urgensinya, dalam pengertian apakah perlu untuk
mengubah UU KPK, pengubahan itu untuk meningkatkan lebih efektif, atau
mengurangi kewenangan KPK," kata Jasin.
Dia mengatakan, tujuan
pengubahan UU KPK seharusnya dilakukan jika untuk memperkuat KPK. Jika
tidak, Jasin menilai DPR hanya berupaya melemahkan fungsi penegakan
hukum KPK.
Jasin mengakui KPK telah banyak memberikan kemajuan
dalam pengentasan korupsi di tanah air, dan turut menekan angka korupsi
meski belum signifikan.
"Kalau dianggap UU belum maksimal
hasilnya, menurut saya justru lebih bagus, karena memiliki kewenangan
lengkap, dalam hal pembahasan kasus dari ketiga tim penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan itu justru menunjukan ikon yang bagus.
Sehingga punya
kesamaan pandangan," jelasnya.
Lembaga ad hock
tersebut, menurut dia, memiliki peran sesuai kewenangan yang
sepantasnya dimiliki karena korupsi telah menjadi budaya dan merugikan
pemerintah. Selain itu, terbentuknya KPK, dilandasi asas
ketidakpercayaan publik terhadap polisi dan kejaksaan.
"Ini dari sisi penindakan, pencegahan bagus. Punya kewenangan pendaftaran kekayaan, itu sangat kuat sekali," kata Jasin.
Meski
begitu, KPK tetap lembaga yang kurang dari sempurna seperti halnya
pengaturan dalam penyadapan yang kerap dipermasalahkan kewenangannnya.
Namun, penyelesaian itu tidak harus dengan memangkas kewenangan KPK yang
sudah bagus dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Tiga fungsi itu
sudah tepat (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan), ya kalau enggak,
nanti bolak-balik berkas penyidikannya seperti di polisi dan kejaksaan.
Harus dipikirkan ini, bukan KPK mau semena-mena, ini kan untuk
kepentingan negara, perbaikan sistem hukum negara" tandasnya. [yeh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar