VIVAnews - Wakil Presiden Boediono mengatakan,
rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi per 1
April 2012 tidak semata demi mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
"Penyesuaian harga BBM itu tidak hanya
ingin untuk menyeimbangkan APBN, tetapi lebih dari itu," ujar Boediono
di Istana Wapres, Jakarta, Selasa 20 Maret 2012.
Boediono
menuturkan, pemerintah berkeinginan agar kebocoran BBM bersubsidi selama
ini dapat dikurangi. "Sebenarnya yang kami inginkan adalah untuk
mengobati satu hal ini, kebocoran," kata dia.
Dia menambahkan,
BBM bersubsidi yang didistribusikian kepada masyarakat dengan harga
Rp4.500 per liter ternyata terdapat indikasi kebocoran. Penyebab
kebocoran itu karena ada selisih harga cukup besar antara harga jual BBM
dalam negeri dan harga keekonomiannya.
"Kalau kenaikan harga ini
membuat aliran masuk dan keluar seimbang, sistemnya stabil. Tapi, kalau
tidak seimbang, ini jadi tidak akan stabil. Kenapa tidak seimbang,
karena harga di dalam negeri Rp4.500 per liter itu jauh di bawah harga
keekonomiannya," ujarnya.
Harga keekonomian BBM yang dimaksud
Wapres adalah setelah minyak mentah melalui proses penyulingan. Jika
minyak mentah dengan harga pasar diolah dengan penyulingan menjadi
Premium atau Solar, menurut Boediono, harga ekonominya jauh di atas
harga jual, sekitar Rp8.000 per liter. Sementara itu, negara tetangga
menerapkan harga keekonomian tersebut.
"Harga lain di sekitar
kita menggunakan harga keekonomian, seperti Taiwan, Filipina, Timor
Leste harganya sekitar Rp11.000 sampai Rp12.000," kata Boediono.
Akibatnya, Boediono melanjutkan, hal itu tentunya menimbulkan adanya
kebocoran tersebut. Semakin besar selisih harga jual dengan harga
keekonomian, menurut Wapres, berpotensi meningkatkan kebocoran,
sedangkan pemerintah yang membiayai subsidi BBM tersebut. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar