Rachmadin Ismail - detikNews
Jakarta - Kepala Bandara Wamena Jufikar Pakonda dan
staf ATC Edi Horas dipukuli rombongan calon penumpang yang berisi
pejabat daerah Papua. Mereka tak terima ketika pesawatnya dilarang
terbang karena sudah melewati jam operasional.
Jufikar
menjelaskan, insiden ini bermula ketika rombongan itu hendak berangkat
ke Sentani dari Wamena, Minggu (7/7/2013) kemarin. Mereka mengejar waktu
untuk datang ke sebuah acara. Namun rupanya, waktu keberangkatan
ternyata sudah melewati operasional bandara yakni pukul 17.30 WIT.
Setiap hari, bandara Wamena hanya buka hingga pukul 16.00 WIB karena
kondisi cuaca yang tak menentu.
Rombongan yang terdiri dari
kontingen paduan suara dan beberapa pejabat daerah itu tetap mendesak
agar bisa berangkat sore. Jufikar pun sempat mengupayakan penambahan
waktu, baik di Wamena atau di Sentani yang memiliki pembatasan jam
operasional.
"Akhirnya karena kondisi cuaca bagus, Sentani pun
bisa extend. Tapi mereka minta cepat-cepat," kata Jufikar, saat
dikonfirmasi detikcom, Senin (8/7/2013).
Setelah semua sepakat,
masalah belum sepenuhnya selesai. Rupanya pihak maskapai penerbangan tak
mau memberangkatkan pesawat karena terganjal masalah regulasi. Mereka
tak bisa terbang bila matahari sudah terbenam.
"Kalau kami paksa terbang, license akan dicabut dan kami akan didenda Rp 500 juta," kata Jufikar menirukan ucapan kru pesawat.
Singkat
cerita, rombongan itu pun batal berangkat. Mereka yang kesal akhirnya
melampiaskan emosi ke staf ATC Edi Horas. Pria muda itu dipukuli hingga
babak belur.
Mendengar insiden ini, Jufikar kemudian turun tangan
untuk menjelaskan duduk persoalan. Namun bukannya didengar, dia malah
ikut dipukuli.
"Saya ditempeleng, lalu terjatuh. Terus masih ditendang," ceritanya.
Jufikar
menyayangkan insiden ini. Padahal dia sudah berusaha semampunya untuk
bisa memberangkatkan rombongan tersebut. Usai kejadian, Jufikar langsung
melapor ke Polsek Bandara. Kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
"Tidak bisa mereka semena-mena begitu. Kita kan juga sudah bekerja," keluh Jufikar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar