Jakarta (ANTARA
News) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan
bahwa narapidana (napi) yang dihukum karena melakukan tindak pidana
korupsi tidak diuntungkan dengan pemberlakukan Peraturan Pemerintah No
99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan
pemasyarakatan.
"Jangan disalahkan kebijakan saya meng-entertain koruptor,
karena hukuman terhadap napi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
tidak berubah setelah diterapkannya PP tersebut, tidak ada dispensasi
apapun," kata Amir, di Jakarta, Senin.
Kebijakan yang dimaksud oleh Amir adalah surat edaran yang
menyatakan bahwa PP No 99/2012 berlaku untuk napi yang putusannya
berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 12 November 2012 atau sejak PP tersebut dikeluarkan.
Surat
edaran Menkumham Amir Syamsuddin Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013
tersebut dikeluarkan pada 12 Juli 2013 atau sehari setelah kerusuhan LP
Tanjung Gusta, 11 Juli 2013.
Padahal sebelumnya PP tersebut berlaku umum atau juga berlaku untuk
para napi yang telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap sebelum 12
November 2012 sehingga bagi mereka diterapkan PP lain yaitu PP No
28/2006 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan
pemasyarakatan.
"Sepanjang terpenuhi syarat PP No 86/2006, napi yang sudah mendapat
putusan berkekuatan hukum tetap sebelum 12 November 2012 akan mendapat
remisi," tambah Amir.
Namun ia menyatakan bahwa salah satu alasan dikeluarkannya surat
edaran tersebut adalah untuk mencegah aturan ketat untuk napi anak yang
dihukum karena memiliki narkoba.
"Surat edaran itu sebenarnya untuk menyelamatkan pengguna narkoba
yang dihukum karena memiliki narkoba tapi bukan pengedar, bila ada
pelaku korupsi yang terkena dampak dari PP, hal itu merupakan risiko,"
tambah Amir.
Ia menjelaskan bahwa Menkumham akan mengeluarkan peraturan pelaksana mengenai PP No 99/2012.
"Kami akan mengeluarkan peraturan pelaksana, cukup dalam peraturan
menteri khusus mengatur pengguna narkoba yang dihukum karena memiliki
narkoba," ungkap Amir.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan bahwa selain
berpegang pada PP 99/2012, Kemenkumham dalam memberikan remisi dan
pembebasan bersayar juga berpegang pada Peraturan Menkumham No 6 tahun
2013 tentang tata tertib lembaga pemasyarakatan dan rumah tangga negara.
"Berlaku Peraturan Menteri No 6 tahun 2013 yang mengatur mengenai
pelanggaran ringan, sedang dan berat jadi bila berat tidak akan mendapat
remisi," ungkap Denny.
Pasal 34A PP No 99 tahun 2012 menjelaskan bahwa pemberian remisi
bagi narapidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika,
korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia
yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, harus
memenuhi sejumlah persyaratan.
Pertama adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk
membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; kedua telah
membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk narapidana korupsi; dan ketiga telah mengikuti program
deradikalisasi yang diselenggarakan oleh lapas dan/atau Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar: kesetiaan kepada
Indonesia secara tertulis atau tidak akan mengulangi perbuatan tindak
pidana terorisme secara tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar