BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 22 Juli 2013

'Sulap' Rp 185 M Jadi Rp 185 Juta, Kejaksaan: Positif Thinking Saja

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Yayasan Supersemar kembali menuai perdebatan, sebab dalam amar putusan terdapat salah ketik nominal yang seharusnya Rp 185 miliar malah tertulis Rp 185 juta. Kejaksaan sebagai tim eksekutor tetap berpikir positif tidak ada markus dalam kasus ini.

"Kita positif thinking saja lah, ada salah ketik," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin kepada wartawan di kantornya, Senin (22/7/2013).

Burhanuddin mengatakan, pihaknya telah berkordinasi dengan MA terkait masalah ini. MA merekomendasikan untuk melakukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK).

"Sudah koordinasi, jalan keluarnya adalah PK itu. Dari MA memutuskan PK saja," ujar Burhanuddin.

Seperti tertuang dalam berkas kasasi nomor 2896 K/Pdt/2009, Negara Republik Indonesia menggugat Yayasan Supersemar dan Soeharto yang diwakili ahli warisnynya. Negara Republik Indonesia yang diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai oleh Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Yaitu lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 menentukan 50 persen dari 5 persen dari sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar USD 420 ribu dan Rp 185 miliar.

Dalam perjalanannya dana tersebut yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia diselewengkan.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada Negara republik Indonesia sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009. Nah di tingkat kasasi, putusan ini diperbaiki namun terjadi kesalahan ketik.

Dalam putusan yang diketok pada 28 Oktober 2010 itu, seharusnya nilai 75 persen x Rp 185 miliar. Angka Rp 185 miliar itu sesuai dengan tuntutan Kejagung. Entah kenapa, Rp 185 miliar ini berubah menjadi Rp 185 juta dan hasil akhirnya denda yang seharusnya Rp 138 miliar menjadi Rp 138 juta.

"Ada salah ketik. Seharusnya Rp 185 miliar karena tidak terketik tiga angka nol menjadi Rp 185 juta," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin kepada wartawa di kantornya, Jumat (19/7).

Tidak ada komentar: