Ramdhan Muhaimin - detikNews
Jakarta
Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
yang menerima gugatan tujuh terpidana kasus korupsi telah membatalkan
Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM tentang pengetatan
remisi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menyarankan
pemerintah agar menerima putusan tersebut dengan legowo.
"Saya
sarankan, pemerintah terima saja dan segera lakukan koreksi agar
masalahnya tidak bertele-tele," ujar Jimly kepada detikcom, Kamis
(8/3/2012).
Meski demikian, pakar hukum dan tata negara ini
mengatakan, upaya pengetatan remisi ke depan harus tetap diteruskan.
"Yang dikoreksi yang berdampak retroaktif saja," tutur Jimly.
Sebelumnya,
PTUN Jakarta telah menerima gugatan tujuh terpidana kasus korupsi
terhadap pengetatan remisi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM.
Dengan diterimanya gugatan tersebut, maka tujuh terpidana korupsi yang
mengajukan gugatan dipastikan akan bebas.
Tujuh penggugat itu
adalah tiga orang terpidana kasus suap cek pelawat pemilihan Dewan
Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby
Satrio Hardiwibowo Suhardiman, dan Hengky Baramuli; dua terpidana kasus
korupsi PLTU Sampit yaitu Hesti Andi Tjahyanto, dan Agus Widjayanto
Legowo; dan dua lainnya terpidana kasus pengadaan alat puskesmas
keliling, yaitu Mulyono Subroto, dan Ibrahim.
Ketujuh terpidana
kasus korupsi tersebut awalnya mendapat Putusan Bebas (PB) yang
dikeluarkan pada 30 Oktober 2011, terhadap 11 orang. Namun PB tersebut
tiba-tiba dibatalkan setelah Kementerian Hukum dan HAM melalui
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) mengeluarkan pengetatan
remisi pada 31 Oktober 2011. Mereka akhirnya melakukan gugatan ke PTUN
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar