NILAH.COM, Jakarta - Kantor Berita Antara mengecam keras tindak
kekerasan yang dialami Rian FB Anggoro, pewarta Antara Biro Riau, dan
sejumlah wartawan lain, oleh oknum TNI saat meliput insiden jatuhnya
pesawat Hawk 200 milik TNI AU.
Pesawat Hawk 200 jatuh di
sekitar pemukiman warga RT 03, RW 03, Dusun 03, Desa Pandau Jaya,
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Selasa (16/10/2012).
"Kami
mengutuk kekerasan terhadap wartawan Antara dan mendesak pimpinan
TNI-AU dan Polisi Militer TNI untuk menindak tegas para pelaku
penganiayaan bahkan memproses secara hukum melalui peradilan militer,"
kata Wakil Pemimpin Redaksi Perum LKBN Antara Akhmad Kusaeni di Jakarta,
Selasa.
Selain Rian, lima wartawan yang dianiaya sejumlah
prajurit TNI Angkatan Udara dari Pangkalan Udara Roesmin Norjadin
tersebut adalah Didik Herwanto (fotografer Riaupos, Jawapos Grup),
Fakhri Rubianto (reporter Riau Televisi), Ari (TV One), Irwansyah
(reporter RTV), dan Andika (fotografer Vokal).
Penganiayaan
terhadap keenam wartawan itu berupa pemukulan, perampasan alat-alat
kerja bahkan ada wartawan yang diinjak-injak dan dicekik. "Saya sudah
telepon Rian dan ia mengatakan sudah di visum di rumah sakit dan
mendapat pukulan di badan dan cakaran di leher. Kameranya dirampas dan
dikembalikan dalam keadaan rusak," kata Akhmad Kusaeni.
Menurut
Kusaeni yang juga Sekretaris Forum Pemred Indonesia, kegiatan
jurnalistik Rian dan teman-teman wartawan Riau harus mendapat
perlindungan aparat TNI dan bukan dipukuli. Apalagi mereka tidak
melanggar parameter karena belum ada garis polisi, di tempat kejadian.
Kusaeni
menegaskan wartawan yang melakukan tugas jurnalistik dilindungi
Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Karena itu, tindakan kekerasan
terhadap wartawan tidak saja menghalangi jurnalis dalam menjalankan
tugasnya, tapi juga menghalangi publik memperoleh informasi dan berita
yang benar.
"Pelaku harus dihukum, jangan ada impunitas terhadap
pelaku kekerasan," ujarnya seraya menambahkan bahwa oknum TNI yang
melakukan kekerasan jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia dan termasuk
menghalang-halangi tugas wartawan.
Ia sangat menyesalkan
penganiayaan tersebut karena semestinya prajurit TNI tidak perlu
menghalang-halangi tugas wartawan. "Prajurit TNI seharusnya kooperatif
bahkan semestinya ada keterangan resmi yang disampaikan kepada wartawan
seputar musibah pesawat jatuh itu," katanya.
Kusaeni mengakui
sulit untuk mempercayai masih adanya tindak premanisme yang dilakukan
sejumlah prajurit terhadap wartawan. "Kenapa bisa aparat sampai melukai
fisik dan juga merampas kamera wartawan, ini harus jadi atensi bagi
Kepala Staf TNI-AU dan Panglima TNI," kata Akhmad Kusaeni. [ant/mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar