PLASADANA.COM - Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial
Kemensos telah mengakui bahwa data penyaluran Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) berpotensi meleset maksimal 6 persen dari 15,5 juta
rumah tangga sasaran.
Dengan begitu, berarti 930.000 rumah tangga atau 3,7 juta jiwa
berpotensi tidak mendapatkan dana bantuan tersebut. "Ini menunjukan
bahwa riset dan hasil survei yang dilakukan ternyata under cover.
Artinya yang berhak dapat malah jadi gak dapat," ujar Anggota Komisi XI
DPR RI, Arif Budimanta di Jakarta, akhir minggu lalu.Arif menegaskan, persoalaan melesatnya data tersebut bukan hanya dilihat sebagai angka-angka statistik tidak bermakna. Namun, ada persoalaan hak dari masyarakat yang tidak tersalurkan.
Bahkan, katanya, bila dicermati, kekeliruan data tersebut juga berkaitan dengan potensial lost dari pengeluaran negara.
Bila dihitung, kata dia, jumlah data yang meleset ada sekitar 900 ribu rumah tangga atau 6 persen dari 15,5 juta rumah tangga sasaran. Jika jumlah tersebut dikalikan total dana BLSM selama 4 bulan sebesar Rp 600 ribu, maka ada potensi kehilanan Rp 540 miliar.
"Walaupun, katakanlah yang dapat adalah rakyat juga. Tapi kan tidak tepat sasaran," tukas Arif.
Sementara itu Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, asumsi margin error yang dibuat pemerintah sebesar 6 persen sebenarnya didasarkan pada keyakinan bahwa data 15,5 juta tersebut merupakan data yang benar.
Padahal, kata dia, data tersebut masih sarat dengan kontroversi. Sebab, data itu diperoleh dari survei BPS tahun 2011 yang diolah tanpa validasi oleh TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) pimpinan Wapres Boediono.
"Namanya data pasti dinamis, bagaimana mungkin hanya diaolah bukan validasi kelapangan. Ini tidak bisa pakai ilmu kebatinan," tandas Enny.
Penulis: Heru Budhiarto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar