VIVAnews
– Rapat paripurna DPR, Selasa 2 Juli 2013, akhirnya mengesahkan
Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) lewat mekanisme
voting. Dalam voting itu, 6 fraksi mendukung pengesahan UU Ormas,
sedangkan 3 fraksi lainnya menolak.
Sebelum disahkan, paripurna diwarnai perdebatan antaranggota dewan yang menolak dan menyetujui pengesahan RUU tersebut. Penolakan keras berasal dari Fraksi PAN dan Fraksi Gerindra. Pandangan berbeda disampaikan Fraksi Demokrat, PKB, PDIP, PKS, PPP dan Golkar.
Meskipun sebagian besar fraksi menyetujui agar RUU disahkan hari ini, pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan memilih untuk melakukan voting. Taufik mengabaikan usulan sejumlah anggota Dewan yang menyatakan tak perlu voting karena mayoritas fraksi besar telah setuju sehingga bisa ditebak hasilnya.
“Karena masih ada perdebatan, maka pengambilan keputusan ini akan diambil melalui mekanisme voting,” kata Taufik.
Mekanisme pengambilan keputusan dalam voting adalah dengan menghitung suara per fraksi. Hasilnya, yang menyetujui agar RUU ini disahkan adalah Demokrat (107 anggota), Golkar (75 orang), PDIP (62 orang), PKS (35 orang), PPP (22 orang), PKB (10 orang).
Sementara fraksi yang menolak pengesahan RUU Ormas adalah PAN (26 orang), Gerindra (18 orang), dan Hanura (6 orang), sehingga total anggota DPR yang menolak hanya 56 orang.
Dengan demikian, anggota DPR yang menyetujui pengesahan RUU Ormas menjadi UU sebanyak 311 orang dari total anggota yang hadir di paripurna 361 orang.
Dengan perhitungan suara itu, maka RUU Ormas resmi disahkan menjadi UU. “Setuju (disahkan),” kata mayoritas anggota DPR.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi didaulat mewakili pemerintah memberikan sambutan atas pengesahan RUU itu menjadi UU Ormas. Gamawan menyambut baik hasil itu dan menyatakan terima kasih akhirnya RUU sah setelah sempat ditunda dari rencana awal pada April lalu, ditunda menjadi Juni yang kemudian ditunda lagi dan disahkan Selasa ini.
“Tidak ada istilah represif. UU ini jauh lebih baik dari Undang-Undang Ormas sebelumnya (yang dikeluarkan) tahun 1985,” kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. UU Ormas ini disahkan untuk menghapus UU lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan UUD 1945.
Pembubaran Ormas "Nakal"
Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, menyatakan RUU ini responsif atas kondisi aktual bidang sosial kemasyarakatan. Buktinya terdapat sejumah ketentuan sanksi bagi ormas yang melakukan pelanggaran hukum dan meresahkan warga.
"Ormas yang nyata-nyata melakukan pelanggaran seperti pasal 59 ayat 2, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA," kata Malik kepada VIVAnews.
Larangan dalam pasal itu antara lain melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NRI, melakukan kekerasan, merusak fasilitas umum, fasilitas pemerintah, termasuk melakukan kegiatan di luar kewenangannya. "Kayak sweeping, misalnya," kata Malik.
Menurutnya, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA dengan ketentuan bagi Ormas yang berbadan hukum lewat pengadilan dan yang non badan hukum (SKT/surat keterangan domisili) lewat fatwa MA. "Usulan pencabutan/pembubaran harus melalui SP sebagai upaya pembinaan ormas," katanya.
Berikut bunyi pasal 59 ayat (2):
Sebelum disahkan, paripurna diwarnai perdebatan antaranggota dewan yang menolak dan menyetujui pengesahan RUU tersebut. Penolakan keras berasal dari Fraksi PAN dan Fraksi Gerindra. Pandangan berbeda disampaikan Fraksi Demokrat, PKB, PDIP, PKS, PPP dan Golkar.
Meskipun sebagian besar fraksi menyetujui agar RUU disahkan hari ini, pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan memilih untuk melakukan voting. Taufik mengabaikan usulan sejumlah anggota Dewan yang menyatakan tak perlu voting karena mayoritas fraksi besar telah setuju sehingga bisa ditebak hasilnya.
“Karena masih ada perdebatan, maka pengambilan keputusan ini akan diambil melalui mekanisme voting,” kata Taufik.
Mekanisme pengambilan keputusan dalam voting adalah dengan menghitung suara per fraksi. Hasilnya, yang menyetujui agar RUU ini disahkan adalah Demokrat (107 anggota), Golkar (75 orang), PDIP (62 orang), PKS (35 orang), PPP (22 orang), PKB (10 orang).
Sementara fraksi yang menolak pengesahan RUU Ormas adalah PAN (26 orang), Gerindra (18 orang), dan Hanura (6 orang), sehingga total anggota DPR yang menolak hanya 56 orang.
Dengan demikian, anggota DPR yang menyetujui pengesahan RUU Ormas menjadi UU sebanyak 311 orang dari total anggota yang hadir di paripurna 361 orang.
Dengan perhitungan suara itu, maka RUU Ormas resmi disahkan menjadi UU. “Setuju (disahkan),” kata mayoritas anggota DPR.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi didaulat mewakili pemerintah memberikan sambutan atas pengesahan RUU itu menjadi UU Ormas. Gamawan menyambut baik hasil itu dan menyatakan terima kasih akhirnya RUU sah setelah sempat ditunda dari rencana awal pada April lalu, ditunda menjadi Juni yang kemudian ditunda lagi dan disahkan Selasa ini.
“Tidak ada istilah represif. UU ini jauh lebih baik dari Undang-Undang Ormas sebelumnya (yang dikeluarkan) tahun 1985,” kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. UU Ormas ini disahkan untuk menghapus UU lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan UUD 1945.
Pembubaran Ormas "Nakal"
Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, menyatakan RUU ini responsif atas kondisi aktual bidang sosial kemasyarakatan. Buktinya terdapat sejumah ketentuan sanksi bagi ormas yang melakukan pelanggaran hukum dan meresahkan warga.
"Ormas yang nyata-nyata melakukan pelanggaran seperti pasal 59 ayat 2, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA," kata Malik kepada VIVAnews.
Larangan dalam pasal itu antara lain melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NRI, melakukan kekerasan, merusak fasilitas umum, fasilitas pemerintah, termasuk melakukan kegiatan di luar kewenangannya. "Kayak sweeping, misalnya," kata Malik.
Menurutnya, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA dengan ketentuan bagi Ormas yang berbadan hukum lewat pengadilan dan yang non badan hukum (SKT/surat keterangan domisili) lewat fatwa MA. "Usulan pencabutan/pembubaran harus melalui SP sebagai upaya pembinaan ormas," katanya.
Berikut bunyi pasal 59 ayat (2):
Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan
tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau
merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan UU Ormas tidak lantas membuat pemerintah dapat dengan mudah membubarkan ormas, termasuk ormas nakal sekalipun. Pemerintah tidak dapat semena-mena membubarkan ormas karena harus lebih dulu minta pendapat Mahkamah Agung.
“Jadi tidak bisa langsung dibubarkan Kemendagri,” ujar Gamawan. Kini setelah UU Ormas disahkan, pemerintah akan segera menyosialisasikannya.
Pasal-pasal krusial
Ada beberapa pasal yang diubah sebelum disahkan dalam paripurna. Pengubahan itu untuk mengakomodir keinginan ormas yang saat akan disahkan pada 25 Juni lalu menolak. Atas penolakan itu DPR memutuskan menunda satu pekan untuk sosialisasi dan dilakukan pertemuan.
Berikut pasal-pasal yang berubah itu:
Bab III pasal 7, yang sebelumnya mengatur ormas harus memiliki bidang kegiatan tertentu, seperti agama, hukum, sosial, ekonomi dan lainnya dihapus. Sehingga, peraturan kebijakan pormas, diserahkan sesuai dengan AD/ART. Maka ormas bebas menjalankan bidang masing-masing.
Bab IX Pasal 35 tentang keputusan organisasi, juga dihapus. Karena itu, akan diserahkan pada anggota masing-masing ormas sesuai diatur dalam AD/ART.
Bab XIV Pasal 47 tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, terdapat tambahan berupa aturan di mana syarat ormas yang didirikan warga negara asing, dan berbadan hukum asing, salah satu jabatannya baik ketua, sekertaris atau bendahara, harus dijabat oleh warga negara Indonesia.
"Maka ini untuk supaya ormas asing produktif tidak kontraproduktif," kata Malik. Sebelumnya, dalam pasal 47 itu, tidak diatur hal tersebut.
Bab XIV pasal 52 d, tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, juga ada perubahan. Di mana, ditambahkan penjelasan mengenai kegiatan politik yang dimaksud adalah kegiatan yang mengganggu politik dalam negeri, penggalangan dana, dan propaganda politik. "Jadi yang dilarang adalah praktek politik praktis, dan intervensi politik," kata Malik.
Sebelumnya dalam pasal 52 d, hanya berbunyi: memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Bab XVII Pasal 59 tentang larangan. Dalam pasal 59 ayat 1a, ada kerancuan. Sehingga, menurut Malik, pansus melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas.
"Peraturan ini terkait dengan larangan dalam pasal 57 ayat c UU 24/2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan," kata dia.
Sebelumnya, dalam pasal 59 ayat 1a, hanya disebutkan: menggunakan bendera atau lambang negara RU untuk kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab XVII Pasal 59 tentang larangan, ayat lima, ketentuan yang dihilangkan diatur dalam pasal 60 ayat 2 huruf D, sehingga rumusannya menjadi "melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Alasan latar belakangnya, kata Malik, muncul agar pemerintah dan aparat hukum bisa mengorganisasi seperti sesuai aturan perundang-undangan ini. "Untuk antispasi ada aparat penegak hukum bisa antisipasi ormas di luar kewenangan seperti sweeping," ujar dia.
Bab XVII tentang sanksi, pasal 65 ayat 3, sanksi penghentian kegiatan sementara kab/prov wajib minta pertimbangan kepala DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian setempat. Sanksi penghentian sementara adalah sanksi yang libatkan publik, kalau internal seperti rapat bisa dilakukan.
"Jadi dihentikan sementara maksimal 6 bulan. Ini untuk kegiatan publik, bukan kegiatan internal," ujar dia.
Bab XVIII Pasal 83 B tentang ketentuan peralihan, ketentun peralihan ada kalimat "sehingga berikan penghargaan ormas berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia penghargaan atas ormas itu diakui sebagai aset bangsa, sehingga tidak perlu pendaftaran sesuai UU ini."
"Pansus sadar bahwa RUU ormas ini bisa berikan tempat istimewa karena kontribusi, reputasi sejarah yang harus diakomodasi dan diakui secara pasti, maka kami sadar dan letakkan ormas besar untuk mendapat tempat tidak hanya terhormat tapi istimewa," ujar dia.
Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan UU Ormas tidak lantas membuat pemerintah dapat dengan mudah membubarkan ormas, termasuk ormas nakal sekalipun. Pemerintah tidak dapat semena-mena membubarkan ormas karena harus lebih dulu minta pendapat Mahkamah Agung.
“Jadi tidak bisa langsung dibubarkan Kemendagri,” ujar Gamawan. Kini setelah UU Ormas disahkan, pemerintah akan segera menyosialisasikannya.
Pasal-pasal krusial
Ada beberapa pasal yang diubah sebelum disahkan dalam paripurna. Pengubahan itu untuk mengakomodir keinginan ormas yang saat akan disahkan pada 25 Juni lalu menolak. Atas penolakan itu DPR memutuskan menunda satu pekan untuk sosialisasi dan dilakukan pertemuan.
Berikut pasal-pasal yang berubah itu:
Bab III pasal 7, yang sebelumnya mengatur ormas harus memiliki bidang kegiatan tertentu, seperti agama, hukum, sosial, ekonomi dan lainnya dihapus. Sehingga, peraturan kebijakan pormas, diserahkan sesuai dengan AD/ART. Maka ormas bebas menjalankan bidang masing-masing.
Bab IX Pasal 35 tentang keputusan organisasi, juga dihapus. Karena itu, akan diserahkan pada anggota masing-masing ormas sesuai diatur dalam AD/ART.
Bab XIV Pasal 47 tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, terdapat tambahan berupa aturan di mana syarat ormas yang didirikan warga negara asing, dan berbadan hukum asing, salah satu jabatannya baik ketua, sekertaris atau bendahara, harus dijabat oleh warga negara Indonesia.
"Maka ini untuk supaya ormas asing produktif tidak kontraproduktif," kata Malik. Sebelumnya, dalam pasal 47 itu, tidak diatur hal tersebut.
Bab XIV pasal 52 d, tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, juga ada perubahan. Di mana, ditambahkan penjelasan mengenai kegiatan politik yang dimaksud adalah kegiatan yang mengganggu politik dalam negeri, penggalangan dana, dan propaganda politik. "Jadi yang dilarang adalah praktek politik praktis, dan intervensi politik," kata Malik.
Sebelumnya dalam pasal 52 d, hanya berbunyi: memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Bab XVII Pasal 59 tentang larangan. Dalam pasal 59 ayat 1a, ada kerancuan. Sehingga, menurut Malik, pansus melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas.
"Peraturan ini terkait dengan larangan dalam pasal 57 ayat c UU 24/2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan," kata dia.
Sebelumnya, dalam pasal 59 ayat 1a, hanya disebutkan: menggunakan bendera atau lambang negara RU untuk kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab XVII Pasal 59 tentang larangan, ayat lima, ketentuan yang dihilangkan diatur dalam pasal 60 ayat 2 huruf D, sehingga rumusannya menjadi "melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Alasan latar belakangnya, kata Malik, muncul agar pemerintah dan aparat hukum bisa mengorganisasi seperti sesuai aturan perundang-undangan ini. "Untuk antispasi ada aparat penegak hukum bisa antisipasi ormas di luar kewenangan seperti sweeping," ujar dia.
Bab XVII tentang sanksi, pasal 65 ayat 3, sanksi penghentian kegiatan sementara kab/prov wajib minta pertimbangan kepala DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian setempat. Sanksi penghentian sementara adalah sanksi yang libatkan publik, kalau internal seperti rapat bisa dilakukan.
"Jadi dihentikan sementara maksimal 6 bulan. Ini untuk kegiatan publik, bukan kegiatan internal," ujar dia.
Bab XVIII Pasal 83 B tentang ketentuan peralihan, ketentun peralihan ada kalimat "sehingga berikan penghargaan ormas berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia penghargaan atas ormas itu diakui sebagai aset bangsa, sehingga tidak perlu pendaftaran sesuai UU ini."
"Pansus sadar bahwa RUU ormas ini bisa berikan tempat istimewa karena kontribusi, reputasi sejarah yang harus diakomodasi dan diakui secara pasti, maka kami sadar dan letakkan ormas besar untuk mendapat tempat tidak hanya terhormat tapi istimewa," ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar