akarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa hakim S yang ditangkap KPK terkait dalam dugaan suap kasus kepailitan, pernah diangkat menjadi hakim karier tindak pidana korupsi oleh Mahkamah Agung.

Pengangkatannya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 041/KMA/K/III/2009 tertanggal 18 Maret 2009, kata Wakil Koordinator ICW Emerson F. Juntho melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat.

Namun, kata dia, karena mendapatkan kritik dari sejumlah kalangan seperti media, akademisi, praktisi hukum dan LSM, akhirnya pengangkatannya dibatalkan.

Di bagian lain, dia menyatakan dengan ditangkapnya hakim S itu sekaligus melengkapi potret suram dunia pengadilan di Tanah Air.

"Sebelumnya sudah ada sedikitnya empat hakim yang ditangkap dan diproses oleh penegak hukum," katanya.

Keempat hakim tersebut, antara lain Ibrahim (Hakim PTUN Jakarta atas dugaan suap oleh DL Sitorus), Muhtadi Asnun (Hakim PN Tanggerang atas dugaan suap oleh Gayus Tambunan), dan Herman Alositandi (Hakim PN Jakarta Selatan atas dugaan pemerasan saksi kasus korupsi Jamsostek).

Ia menyatakan kasus hakim S itu menunjukkan lemahnya pengawasan di internal pengadilan khususnya MA.

"Sanksi atau hukuman MA terhadap hakim nakal atau menerima suap hanya sanksi administratif (umumnya mutasi atau non job atau penundaan kenaikan pangkat dalam periode tertentu). Hal ini tidak memberikan efek jera bagi hakim," katanya.

Selain itu, kata dia, fungsi pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial belum optimal seperti yang diharapkan. "KY belum menjadi lembaga yang menakutkan hakim," katanya.

Ia juga menyarankan agar KPK sebaiknya menangani sendiri kasus suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar atau dengan kata lain tidak melimpahkan kepada kejaksaan/kepolisian.

"Hal itu agar proses menjadi cepat dan menutup peluang korupsi/kolusi dalam penanganan kasus tersebut," katanya.(*)