Jpnn
JAKARTA -
Indonesia Corruption Watch (ICW) mempersoalkan putusan majelis hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan keputusan
Menteri Hukum dan HAM tentang pengetatan remisi dan pembebasan
bersyarat. ICW menganggap hakim tak memperhatikan substansi SK
Menhukham.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, menyatakan bahwa putusan PTUN itu seolah telah melegitimasi pemberian kemewahan kepada para koruptor. " Seharusnya hakim mempertimbangkan hal yg lebih substansial, bukan hanya prosedur teknis," ucap Febri saat dihubungi JPNN, Rabu (7/3).
Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Napi sudah menegaskan bahwa pemberian remisi sampai pembebasan bersyarat harus memperhatikan rasa keadilan publik. "Di tengah rendahnya vonis pengadilan terhadap koruptor, tentu putusan ini menjadi lebih buruk karena koruptor masih dapat "discount" masa hukuman di lapas," ucapnya.
Karenanya ICW mendorong Kemenkumham untuk mengajukan banding. "Jika menteri yakin dengan kebijakannya, ia harus melawan. Pengetatan remisi harus jalan terus. Jangan kompromi dengan koruptor," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pada persidangan yang digelar Rabu (7/3), majelis hakim PTUN Jakarta menganggap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengetatan remisi dan PB itu telah menyalahi aturan. Menurut majelis hakim PTUN yang diketuai Bambang Heriyanto, SK Menhukham yang dikeluarkan pada 16 November 2011 dan tiga keputusan lainnya tentang pembatalan remisi terhadap tujuh narapidana korupsi, telah menyalahi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Selain itu, majelis juga menganggap SK tersebut bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik. "Mengadili, menyatakan, mengabulkan seluruh gugatan. Memerintahkan kepada tergugat (Kementrian Hukum dan HAM) agar segera mencabut objek sengketa (SK Menhuhkam dan tiga surat keputusan tentang pembatalan remisi)," kata Bambang.
Gugatan itu diajukan oleh tujuh terpidana korupsi yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli. Para terpidana menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum untuk mengajukan gugatan. (ara/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar