Pekanbaru (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum dan HAM dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menyatakan, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan Wakilnya Denny Indrayana harus bersikap ksatria menerima putusan PTUN.

"Bahkan agar lebih ksatria lagi, Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana harus berani mengundurkan diri sebagai Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, terkait kakalahan mereka di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tersebut," tandasnya, Rabu.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA melalui jejaring komunikasi, terkait kekalahan dua petinggi Kementerian Hukum dan HAM ini, atas moratorium atau pengetatan pembebasan bersyarat serta remisi Napi korupsi yang akhirnya ditolak PTUN.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Amir Syamsudin dan Denny Indrayana kalah di PTUN Jakarta, Rabu (7/3) ini terkait kebijakan tersebut.

"PTUN sebaliknya melalui Majelis Hakim-nya, memenangkan gugatan para penggugat yang diwakili Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, SH," ujarnya.

Tegasnya, demikian Bambang Soesatyo, Keputusan Menkumhan mengetatkan pembebasan bersyarat dan remisi (Napi tindak pidana korupsi, Red) tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku.

"Juga bertentangan dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik. Itulah sebabnya, kebijakan itu dibatalkan (demi hukum) oleh PTUN," katanya lagi.


Perintah Keluar LP

Bambang Soesatyo menambahkan, meskipun Menkumham menyatakan banding, Majelis Hakim tetap memerintahkan, agar semua penggugat dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP).

"Karena, keputusan Menkumham tersebut ditunda pelaksanaannya sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap," tambahnya.

Bambang Soesatyo berpendapat, dengan dikabulkannya gugatan, tentu berimplikasi kepada semua Napi yang lain.

"Menurut saya, mereka harus tahu diri dan konsisten," tandasnya.

Ia menambahkan, jangan nasib orang dipermainkan seenaknya atas nama kekuasaan.

"Dari awal banyak kalangan sudah tahu, kebijakan tersebut politis dan ditunjukan kepada Paskah Suzeta untuk mencari muka kepada Presiden Yudhoyono," tuturnya.

Dikatakannya lagi, dalam suatu kesempatan rapat dengar pendapat (RDP), Menkumham pernah juga menyampaikan dan berjanji, tidak akan banding, kalau kalah.

"(Kalau sekarang banding) Itu artinya dia (Menkumham) sendiri tidak percaya diri. Harusnya kan jika dia yakin kebijakannya benar, dia akan lawan atau banding sampai titik darah penghabisan," ujar Bambang.

Sementara itu, terkait langkah interpelasi (yang muncul sebelumnya karena masalah ini, Red), menurut Bambang, tetap jalan terus.

"Hal itu (interpelasi) penting untuk mempertanyakan kepada Presiden mengenai beberapa hal penting. Pertama, apakah dia dilaporkan atas rencana kebijakan tersebut (remisi) yang berujung pada kekalaan di PTUN," tanyanya.

Kedua, lanjutnya, apakah Presiden mengetahui semua hal mengenai kebijakan tersebut?

Ketiga, menurutnya, apakah Presiden menyetujui kebijakan yang melanggar UU tersebut?

"Jika Presiden menyampaikan bahwa ia mengetahui, maka Presiden dapat dikatakan ikut melanggar UU. JIka Presiden menjawab, tidak dilaporkan, tidak mengetahui, dan tidak menyetujui, maka Pesiden harus memecat menteri dan wakilnya tersebut," tandasnya.

Sebab, demikian Bambang Soesatyo, langkah mereka membahayakan posisi Presiden. (M036/M027)