Dicky Ardian - detikNews
Jakarta - Chamdan Toni (62), kakek seorang cucu ini
masih kuat mencangkul sawah. Sejak muda dia memang bertanam padi di
lahan miliknya seluas 500 meter di Jl Raya Rawabinong, Lubang Buaya,
Jakarta Timur.
"Ini sawah saya," terang Chamdan sambil duduk di pematang sawah saat ditemui detikcom, Selasa (3/7/2013).
Mungkin
lahan milik Chamdan ini bagian dari sisa-sisa lahan pertanian di ibu
kota. Dia masih mempertahankan sawahnya karena warisan turun temurun
orang tuanya yang memang menjadi petani.
"Saya dari kecil, dulu orang tua saya yang punya, sekarang saya yang garap," terang ayah dari 3 anak ini.
Sebenarnya,
dia berkisah, sudah beberapa tahun ini lahannya ditawar pengembang
perumahan. Tapi Chamdan tak mau, padahal harga tanahnya ditawar
mendekati angka Rp 10 juta. Chamdan menolak, baginya menjadi petani
sudah mendarah daging, walau anaknya tak ada yang melanjutkan
profesinya.
"Saya masih ingin mencangkul, nggak bisa kerja apa-apa lagi," tutur Chamdan memberi alasan tak mau menjual lahannya.
Dia
menuturkan, keuntungan dari menanam padi tak seberapa. Uang habis
dipakai untuk bibit, pupuk, dan hal lainnya. Tapi bagi dia, semua itu
sudah Alhamdulillah. Anak-anaknya bisa bersekolah dari hasil bertani.
"Pupuk mahal sekarang, memang nggak seberapa dari hasil padi ini. Tapi bisa buat bayar sekolah anak sama jajannya," kisahnya.
Siang
itu, Chamdan hanya mengontrol sawahnya dengan padi yang masih hijau.
Dia berharap, September nanti sawahnya bisa dipanen. "Semoga hasilnya
bagus," tutupnya.
Selain lahan sawah Chamdan, ada juga lahan
tetangga dan kerabatnya di sana. Total sekitar 5 hektar sawah terhampar
di kawasan yang tak jauh dari Tol JORR itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar