BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 11 Juli 2013

Pakar Hukum Nilai Putusan Kasus Asian Agri Ngawur

Oleh: Bayu Hermawan

INILAH.COM, Jakarta - Pakar hukum menilai putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus pajak Asian Agri Group, yang mewajibkan membayar denda sebesar Rp2,5 triliun, merupakan yurisdiksi hukum yang ngawur.

"Kalau sudah pernah diputus di pengadilan pajak dan diputus lagi di tingkat kasasi oleh MA itu berarti yurisdiksi hukum yang ngawur. Kalau memang sudah ada putusan yang berkekuatan hukum yang tetap di Pengadilan Pajak maka yang dilaksanakan adalah putusan di Pengadilan Pajak karena itu lex spesialis," ujar Andi, Rabu (10/7/2013).

Ia melanjutkan, seseorang tidak dapat dituntut lantaran perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim atau dalam hukum pidana disebut nebis in idem. Andi mengatakan putusan kasasi MA tetaplah sebuah keputusan hukum yang mengikat dan harus dihormati.

Hanya saja upaya PK,masih dimungkinkan bagi mereka yang ingin mencari keadilan akibat dari putusan itu. Demikian halnya Asian Agri menurut Andi disarankan mengajukan PK untuk membuktikan kekeliruan atas putusan kasasi itu sendiri.

Hal senada disampaikan ahli hukum pajak dari UI Prof. Gunadi. Baginya kasus Asian Agri adalah sebuah kasus yang kompleks. Oleh karenanya untuk membuktikan pihak mana yang memutus dalam keadaan yang sebenarnya (demi kepastian hukum dan keadilan), Asian Agri menurut Gunadi sudah seharusnya menempuh upaya PK.

"Sulit kita tahu apakah pengadilan tingkat pertama dan banding (vonis bebas) yang memutus dalam keadaan sebenarnya atau sebaliknya MA (vonis bersalah). Lebih baik Asian Agri mengajukan PK untuk membuktikannya," jelasnya.

Sementara itu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Machfud Sidik, di pemberitaan media, mengkategorikan kasus pajak Asian Agri bukanlah tergolong dalam kasus pidana melainkan kasus sengketa pajak. "Wajib pajak mempunyai hak untuk mendapatkan keadilan. Namun ketika dinyatakan bersalah tidak membayar pajak, maka petugas pajak harus tegas menegakkan hukum," ujarnya.

Hal ini menurutnya sangat berbahaya dan menakutkan bagi dunia usaha. Ia mengibaratkan apa yang dilakukan Ditjen Pajak dalam kasus Asian Agri tak semata-mata mengambil butir telur, tapi mengambil ayamnya sekaligus. Dengan kata lain Ditjen Pajak sangat berpotensimembunuh dunia usaha ke depan.[bay]

Tidak ada komentar: