Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Budi Susilo Soepandji mengatakan saat ini Pancasila dalam keadaan "terjepit" diantara pusaran radikalisme dan liberalisme.

"Pancasila saat ini `terjepit`. `Terjepit ditengah pusaran radikalisme dan liberalisme," katanya saat memberikan sambutan dalam acara Seminar Nasional dan Workshop tentang "Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Solusi dan Identitas Bangsa", di Gedung Lemhannas, di Jakarta, Rabu.

Menurut Gubernur Lemhannas, Pancasila tampak masih kokoh sebagai ideologi, pandangan hidup dan dasar negara. Namun pada kenyataannya muncul berbagai fenomena yang menunjukkan implementasi Pancasila semakin jauh dari harapan dan cita-cita pendiri bangsa.

"Pola pikir, pola sikap dan pola tindak berbagai komponen bangsa tidak lagi mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila," katanya.

Sejak reformasi digulirkan, Indonesia dihadapkan dalam berbagai perubahan di berbagai aspek kehidupan. Perlahan-lahan, katanya, nilai-nilai Pancasila mulai tergeser.

"Disisi lain pluralitas yang belum mampu dikelola menjadi alat pemersatu justru menjadi sesuatu yang menakutkan bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Sejarah maupun keberadaan Pancasila mulai dilupakan," katanya.

Selain itu, kata Gubernur Lemhannas, kondisi saat ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan mulai diabaikan. Ini ditandai dengan meningkatnya pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

"Kurang dipahaminya rasa persatuan dan kesatuan bangsa kerap menimbulkan konflik SARA, etnonasionalime sempit yang menjurus ke gerakan separatisme," katanya.

Sementara, toleransi antarumat beragama mengalami degradasi. Kemiskinan, ketidakadilan, dan fanatisme agama yang sempit menjadi lahan subur bagi tumbuhnya faham radikalisme, jelasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Pancasila berada diantara pusaran radikalisme dan liberalisme. Untuk itu, katanya, perlu diambil langkah konkret.

Jawabannya, menurut Gubernur Lemhannas adalah jangan melupakan sejarah. Ia menekankan pentingnya untuk mempelajari esensi dibalik sejarah karena dalam sejarah terkandung nilai teladan dan moral yang tidak tenilai.

"Diperlukan langkah nyata dan sistematis yang melibatkan seluruh komponen bangsa. Upaya aktualisasi sistematik yang dilakukan mencakup upaya yang bersifat politik, praktis, dan operasional," katanya.

Menurut Gubernur Lemhannas, upaya politis sangat diperlukan mengingat Pancasila lahir melalui proses politik yang melibatkan seluruh kelompok dan golongan.

"Teladan yang ditunjukkan pendahulu bangsa harus dapat dijadikan contoh untuk menyusun rencana aksi guna melakukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila," katanya.
(*)