BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 22 Juni 2011

Saudi Minta Maaf, Protes Terus Berkecamuk

Berdasarkan data Kemenlu 303 WNI terancam hukuman mati, 216 masih dalam proses pengadilan.

VIVAnews - Kerajaan Arab Saudi akhirnya meminta maaf atas pemancungan Ruyati binti Satubi yang dilangsungkan Sabtu lalu, 18 Juni 2011, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemerintah Indonesia. Permohonan maaf itu dilakukan dalam pertemuan tertutup antara Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Abdulrahman Mohammed Amin A Al-Khayyat, dengan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Ronny Yuliantoro. Pertemuan yang khusus membahas TKW asal Sukatani, Bekasi, Jawa Barat itu berlangsung di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Senin kemarin.

"Dubes Arab Saudi meminta maaf dan menyesalkan hal itu. Dia bertekad agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, kepada VIVAnews.com, Selasa 21 Juni 2011.

Awalnya, permohonan maaf akan disampaikan langsung Khayyat kepada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Tetapi, pada saat yang bersamaan Marty sedang menghadiri rapat kerja dengan Komisi I Bidang Luar Negeri DPR. Dalam pertemuan itu, kata Tene, pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Kerajaan Arab Saudi. "Kami sampaikan kecaman dan protes terhadap proses pelaksanaan eksekusi Ruyati," kata Tene.
Rakyat terpancung

Pernyataan sesal dan maaf itu tak meredakan kemarahan banyak kalangan.

Dimotori LSM pembela hak-hak buruh migrant, Migrant Care, keluarga Ruyati dan ratusan warga lainnya berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Selasa, 21 Juni 2011. "Saya akan menumpahkan kemarahan dan unek-unek. Saya benci," kata Een, putri Ruyati, sembari menangis, saat dihubungi wartawan VIVAnews sebelum berdemonstrasi. "Orang Arab Saudi harus diusir dari Indonesia. Mereka negara biadab, tidak memiliki rasa kemanusiaan. Ibu saya dianiaya, dihukum, dan dipenggal."

Keluarga menuntut agar jenazah Ruyati—yang kini dikebumikan di tanah Arab—dipulangkan ke Tanah Air untuk dikuburkan di pemakaman keluarga. "Kami tidak ikhlas. Pemulangan jenazah itu tuntutan nomor satu," kata Een.

Para pengunjuk rasa datang mengenakan pakaian serba hitam bertuliskan "Negara Korup, Rakyat Terpancung". Mereka mendesak pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan Arab Saudi  dan segera mengambil langkah untuk menyelamatkan 26 tenaga kerja lain yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati. "Putuskan hubungan diplomatik dengan Arab Saudi, sampai masalah ini selesai. Pada abad 21 masih saja ada penggal-penggalan," seru tokoh Migrant Care, Wahyu Susilo.

Dalam aksi ini, hadir pula sejumlah tokoh lain. Sam Bimbo, misalnya, yang berada di barisan terdepan massa pengunjuk rasa menyesalkan kejadian, yang bukan kali pertama ini terjadi. "Ini saudara saya. Kenapa bisa terjadi? Karena mereka orang kecil. Mereka pergi untuk mencari rejeki. Stop kirim TKW ke Arab Saudi," katanya, lantang.

Aksi protes pun melebar ke berbagai arah. Apalagi, terkuak fakta, ternyata ada banyak Ruyati lain yang nasibnya kini berada di ujung pedang pancung. Data Kementerian Luar Negeri menunjukkan sedikitnya ada 303 TKI yang terancam hukuman mati, di berbagai Negara. Dari jumlah itu, 216 di antaranya masih dalam proses pengadilan. Selengkapnya baca di sini.

Wakil rakyat tak ketinggalan bersuara keras. Beberapa mendesak agar pemerintah segera mencopot Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur Sirnagalih. "Kami minta pertanggungjawaban pemerintah.  Orang meninggal di negara lain tanpa diketahui oleh Dubes kapan dieksekusi, itu kesalahan fatal," kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo. “Dia adalah wakil negara dan harus melindungi warga negara Indonesia."

"Kita protes keras terhadap pemerintah Arab Saudi. Saya setuju dan sependapat bahwa Duta Besar ditarik pulang ke Indonesia. Itu sikap keras kami," kata Ketua Tim Penanganan TKI di DPR dan Sekretaris Jenderal PPP, Irgan Chairul Mahfiz. 

Moratorium TKI

Tak cuma mengecam, Dewan Perwakilan Rakyat RI bahkan resmi meminta pemerintah menghentikan sementara pengiriman buruh migran. Keputusan itu diambil secara aklamasi dalam sidang paripurna Selasa siang, 21 Juni 2011. Pemerintah diberi tenggang waktu tiga bulan untuk melaksanakan moratorium TKI itu.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, mengatakan keputusan itu sudah bulat.
"Sekarang DPR secara tegas mengetuk palu. Saya minta perhatian pemerintah untuk teliti dan baik-baik melaksanakan rekomendasi DPR ini," ujarnya.

Priyo menjelaskan, ada empat poin penting kesepakatan DPR. Yang pertama adalah menghentikan sementara pengiriman TKI keluar negeri. Ini khususnya bagi negara-negara yang tidak mau menandatangani nota kesepahaman tentang perlindungan TKI.

DPR baru akan mengubah sikap soal moratorium hanya jika ada pembenahan sistematis terhadap berbagai tata aturan dan pelaksanaan pengiriman TKI. "Termasuk jika negara yang bersangkutan sudah mau meneken secara bersama-sama kesepakatan perlindungan TKI," katanyanya.

Yang ketiga, DPR menuntut pemerintah meminta maaf secara terbuka kepada keluarga almarhumah Ruyati dan memberikan tunjangan sepenuhnya. "Termasuk upaya semaksimal mungkin mengembalikan jenazah almarhumah Ruyati," tegasnya.

Keempat, parlemen meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) agar mengambil langkah-langkah pembenahan, dengan segera. (kd)

Tidak ada komentar: