Jakarta (ANTARA
News) - Kuasa hukum pemohon pengujian UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Adnan Buyung Nasution, mengatakan
meski memiliki kewenangan memaksa menarik pajak berdasarkan
Undang-Undang (UU), namun pemerintah tak boleh sewenang-wenang
menentukan serta menarik obyek pajak.
"Negara dapat menarik pajak dengan cara memaksa obyek pajak, tapi
juga harus ada dasar-dasar hukumnya, pemaksaan itu tidak semena-mena,
ada normanya, mesit ada legalitasnya, ada dasar hukum, moral, dan
etikanya. Jangan mentang-mentang pemerintah berkuasa, walaupun dengan
alasan otonomi, lalu kekuasaan itu berbuat sewenang-wenang, nggak boleh
kan," kata Adnan Buyung, usai sidang .pengujian UU Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis.
Adnan Buyung Nasution mengatakan sesungguhnya kliennya tidak
mempersoalkan kewajiban membayar pajak, namun yang dipersoalkan adalah
kepastian hukum terkait penetapan alat-alat berat dan alat-alat besar
sebagai obyek pajak menurut UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dia mengungkapkan bahwa sebelum adanya UU Nomor 28 Tahun 2009,
alat-alat berat dan alat-alat besar perusahaan pertambangan tidak
dikenakan pajak.
Di sisi lain, lanjut pengacara senior ini, terdapat perbedaan
kategori antara UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan
alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai kendaraan bermotor dengan UU
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
menetapkan sebaliknya.
"UU Pajak Daerah menetapkan alat-alat berat itu dikategorikan
sebagai kendaraan bermotor, bagi kami dia bukan kendaraan bermotor tapi
bagian dari alat-alat produksi," kata Adnan Buyung.
Payung hukum penarikan pajak terhadap alat-alat berat di daerah
ini, katanya, juga diterapkan berbeda antar daerah melalui peraturan
daerah (perda).
Namun, hanya sejumlah daerah yang menerapkan aturan penarikan
pajak tersebut, bahkan penarikan pajak itu hanya dikenakan kepada
alat-alat berat perusahaan pertambangan dan tidak diberlakukan terhadap
alat-alat berat yang digunakan di sektor pertanian, konstruksi, dan
perkebunan.
"Perda pajak alat berat ini diberlakukan di Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan," kata Adnan
Buyung Nasution.
Hal senada dikatakan anggota kuasa hukum pemohon, Ali Nurdin.
Bahkan, dia mengatakan sebelum dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 2009,
alat-alat berat dan alat-alat besar tidak pernah ditarik pajak karena
tidak dikategorikan sebagai obyek pajak kendaraan bermotor seperti
diatur oleh Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Sebelum berlakunya UU 28/2009, semua alat-alat berat dan
alat-alat besar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak tidak
termasuk kendaraan bermotor sehingga bukan obyek pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor," katanya.
Uji materil UU Nomor 28 Tahun 2009 diajukan oleh tujuh perusahaan
pertambangan, yakni PT Bukit Makmur Mandiri Utama, PT Pamapersada
Nusantara, PT Swa Kelola Sukses, PT Ricobana Abadi, PT Nipindo
Primatama, PT Lobunta Kencana Raya, dan PT Uniteda Arkato.
Pasal-pasal yang diuji adalah Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2),
Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009.
(T.J008/R021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar