BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 06 Maret 2012

Dicuekin Demo, Eep Tantang Hakim MA

 Jpnn
JAKARTA--Bupati Subang Non aktif Eep Hidayat kembali mendatangi Mahkamah Agung (MA) dan menggelar aksi unjuk rasa. Aksi yang dilakukan kader PDI Perjuangan ini terbilang unik.  Ditemani beberapa rekannya, Eep datang ke MA sekitar pukul 11.00 WIB bertemu Hakim Agung Artidjo Alkostar. Namun kedatangannya itu tak membuahkan hasil, petugas MA melarang Eep masuk.

Tak terima dengan perlakukan tersebut, Eep menyegel gerbang MA dengan tali rafia. Ia juga menggelar aksi teatrikal mengikat dirinya sendiri dan berguling-guling di aspal.  Aksi yang dilakukan Eep ini sebagai bentuk kekecewaan terhadap vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan MA terhadap dirinya. Eep menganggap dirinya tidak bersalah.

Aksi tersebut berlangsung sekitar 40 menit. Dalam aksinya, Eep bersama rekannya membentangkan kain hitam sebagai lambang duka dan ia pun berguling-guling di atas kain yang dibeberkan di atas aspal. Mereka juga membawa karton bertuliskan, “Pak Artidjo sebagai hakim Agung saya tantang, bagaimana kehidupan saya nanti.”

Disinggung soal aksinya. Eep tak terima jika ada pandangan yang menyebutkan aksi itu seperti orang gila. “Saya melakukan aksi atas kesadaran sendiri. Saya tegar, masih bisa senyum, tidak gila. Aksi teatrikal ini hanya ekpresi karena selain sebagai bupati, jiwa kita ini jiwa seniman, jiwa seniman kita terusik,” ungkap Bupati Subang Non aktif Eep Hidayat saat dikontak Rakyat Merdeka (Group JPNN).

Menurut dia, kasus yang menimpa dirinya ini banyak terjadi, namun sedikit yang muncul ke permukaan. Eep juga menilai, pemerintah tidak lagi menganggapnya sebagai manusia.“Sudah tidak dianggap manusia. Kalau manusia itu punya aturan, kalau tidak menggunakan aturan kita ini dianggap anjing. Nah, aturan itu tidak diterapkan pada diri saya,” kata Eep.

Eep menjelaskan, aturan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tidak diberlakukan dalam kasusnya, begitu juga audit Lembaga Resmi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).“Jadi yang tidak melaksanakan aturan dan gila itu siapa" Kalau aksi unjuk rasa, saya sudah memberitahukan ke Polda sesuai aturan. Saya melaksanakan aturan, apa disebut gila,” katanya.

Menurutnya, dalam ketentuan setiap ada dugaan kasus tindak pidana korupsi hanya bisa diproses jika sudah ditetapkan adanya pelanggaran dan nilai kerugian negara. Ditentukan oleh lembaga resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Saya diputus bebas karena dalam mengemban jabatan, saya melaksanakannya sesuai aturan, tidak ada unsur kerugian Negara yang ditimbulkan oleh saya. Bahkan, BPKP menilai bagus,” kata Eep.

Kenapa tidak menempuh Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA" “Ini bukan urusan PK, ini urusan ketidak adilan, ada pelanggaran hukum,” jawab Eep.
Mengutip ajaran Bung Karno, Eep menyadari bahwa perjuangannya lebih sulit karena melawan bangsa sendiri dibanding melawan penjajah atau Belanda.
“Saya tidak takut dikatakan apapun, saya menegakan kebenaran. Melawan arus penguasa, saya tidak akan menyerah dengan berbagai keterbatasan. Hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus,” kata Eep.

Soal Hakim Agung Artdijo yang tidak mau menemuinya, Eep memprediksikan Hakim Artidjo tidak memiliki keberanian untuk menemuinya di MA. “Saya menantang siapapun untuk berdebat, mari berdebat dan berdiskusi soal kasus ini,” tutupnya.

Seperti diketahui, MA memutus bersalah Eep atas kasus korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) Pemerintah Kabupaten Subang tahun 2005-2008 senilai Rp 2,5 miliar. Sebelumnya di Pengadilan Tipikor Bandung, Eep sudah divonis bebas. Namun jaksa penuntut umum mengajukan kasasi dan MA kemudian menjatuhkan vonis penjara lima tahun, denda Rp 200 juta serta subsider tiga bulan penjara dan wajib mengembalikan uang negara sebesar Rp 2,548 miliar. Putusan tersebut dibuat oleh majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar sebagai ketua didampingi anggota Leo Hutagalung dan Syamsul Chaniago. (FAZ)

Tidak ada komentar: