Jpnn
JAKARTA
- Kejaksaan Agung (Kejagung) tak tinggal diam menghadapi strategi
tersangka korupsi Dhana Widyatmika yang terus berkelit. Mantan PNS
Ditjen Pajak itu membantah memiliki uang miliaran. Pria 38 tahun itu
selalu berkilah bahwa uangnya berasal dari bisnis jual beli truk dan
ekspedisi di Mitra Modern Mobilindo. Dhana juga membantah pernah
menerima duit dari perusahaan wajib pajak.
Namun, penyidik tidak menyerah. Hari ini penyidik akan memeriksa tiga saksi tambahan. Mereka bukan atasan Dhana, juga bukan dari showroom Mitra Moderen Mobilindo. "Mereka orang luar Ditjen Pajak, juga orang luar showroom. Pokoknya ada lah," kata salah seorang jaksa.
Jaksa senior tersebut mengungkapkan, para saksi itu diperlukan untuk menguatkan bukti tindak pidana yang disangkakan kepada Dhana. Apalagi ini sejauh ini Dhana selalu menampik anggapan bahwa dia pernah menerima imbalan dari perusahaan wajib pajak. Nah, besar kemungkinan tiga saksi tersebut berasal dari perusahaan wajib pajak.
Jika Dhana mengaku hanya mengurusi dua perusahaan wajib pajak, informasi yang diperoleh menyebut bahwa perusahaan klien Dhana sejatinya banyak. Tapi, pemeriksaan terhadap Dhana baru sampai di dua perusahaan. Sisanya akan dilanjutkan dalam minggu ini. "Rencananya akan dikonfrontir antara Dhana dan wajib pajak. Tapi, kapan kami belum tahu," kata sumber yang lain.
Di sisi lain, pengacara Dhana, Reza Edwijanto, mengatakan bahwa harta kliennya tidak hanya dari bekerja sebagai pegawai Dispenda DKI Jakarta atau sebelumnya saat masih sebagai bekerja sebagai Account Representative (AR) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar atau biasa dikenal dengan Kantor LTO (Large Tax Office) Gambir, Jakarta Pusat. "Lagi pula, hartanya tidak sebesar itu. Sudah tercatat semua di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara, Red.)," katanya.
Dalam LHKPN, harta Dhana tercatat Rp 1,2 miliar. Itu sudah termasuk rumah dan tanah yang merupakan warisan dari mendiang orang tua PNS golongan III-c itu. Duit Dhana di bank pun hanya Rp 400 juta. "Saya juga bingung dari mana orang menyebut Dhana punya rekening Rp 60 miliar," kata Reza.
Reza menegaskan, kliennya siap untuk menjalani semua proses hukum. Dia mempersilakan penyidik untuk mengkonfrontir Dhana dengan siapapun. "Kami ini dalam posisi tersangka. Kami cuma bisa defensif menghadapi pemeriksaan penyidik Kejaksaan," katanya.
Dia juga membantah bahwa kliennya pernah menerima imbalan dari wajib pajak. Semua duitnya, kata Reza, adalah hasil dari jerih payahnya sendiri bekerja keras di bisnis jual beli mobil. "Silakan tunjukkan kalau dia menerima imbalan," katanya.
Pengacara asal Surabaya itu menambahkan, rencananya hari ini pihaknya juga akan mengajukan penangguhan penahanan sekaligus mengajukan surat izin membesuk. Alasannya, Dhana tidak mungkin kabur karena paspor dan barang bukti sudah di tangan Kejagung. Reza menjamin Dhana tidak akan kabur.
Selain itu, kata Reza, hari ini istri Dhana, Dian Anggraeni, akan mengunjungi Dhana di Rumah Tahanan Kejagung. Sejak ditahan pada Jumat (2/3) lalu, tidak ada seorang pun yang mengunjungi Dhana. Bahkan pengacara Dhana yang ingin membesuk pada Sabtu (3/3) tidak bisa lantaran tidak ada surat izin dari penyidik. "Kami ajukan besok (hari ini, Red.). Kalau dapat, kemungkinan istri Dhana akan membesuk," katanya.
Efek beruntun dari tertangkapnya Dhana akhirnya sampai juga ke istrinya Dian Anggraeni. Perempuan yang sebelumnya bertugas di bagian teknis Kantor Pusat Ditjen Pajak itu kini hanya mengurusi administrasi. Namun, saat ini dikabarkan Dian masih cuti karena syok. "Psikologisnya terganggu," ujar Direktur Penyuluhan dan Humas Ditjen Pajak Dedi Rudaedi.
Pembatasan wewenang itu dikabarkan juga untuk meredam fenomena yang ada. Maksudnya, supaya Dian tidak lagi berada di posisi yang bersentuhan langsung dengan teknis pajak. Maklum, sebelumnya dia juga sempat diisukan ikut melakukan praktik tindak pidana korupsi.
Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta agar pemeriksaan tidak berhenti di Dhana saja. Organisasi itu meminta kepada Kejagung agar ikut memantau perusahaan wajib pajak yang ditangani Dhana. Dugaannya, selain korupsi atas inisiatif pelaku juga ada terjadi praktik penyuapan.
Peneliti ICW Emerson Yuntho mengatakan, berkaca pada kasus Gayus Tambunan, ada beberapa perusahaan yang nekat melakukan suap supaya beban pajak menjadi ringan. Namun, meski Gayus telah divonis, para perusahaan itu tidak pernah disentuh hukum. "Kasus Gayus jangan sampai terulang lagi," kata Emerson di Kantor ICW.
Kalau sampai lolos, berarti penegak hukum tidak mengikuti perintah presiden. Seperti yang pernah diberitakan, per Januari 2011, Presiden mengeluarkan 12 instruksi untuk menyelesaikan kasus terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan. Salah satu poinnya adalah memproses para wajib pajak yang diduga memberi suap.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Arnold Angkouw sudah mengatakan kalau ada enam wajib pajak yang diuntungkan oleh aksi Dhana. Informasi juga keluar dari mulut Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany yang menyebut kalau posisi Dhana menangani banyak wajib pajak. "Harus diusut semua," tegasnya. (aga/dim)
Namun, penyidik tidak menyerah. Hari ini penyidik akan memeriksa tiga saksi tambahan. Mereka bukan atasan Dhana, juga bukan dari showroom Mitra Moderen Mobilindo. "Mereka orang luar Ditjen Pajak, juga orang luar showroom. Pokoknya ada lah," kata salah seorang jaksa.
Jaksa senior tersebut mengungkapkan, para saksi itu diperlukan untuk menguatkan bukti tindak pidana yang disangkakan kepada Dhana. Apalagi ini sejauh ini Dhana selalu menampik anggapan bahwa dia pernah menerima imbalan dari perusahaan wajib pajak. Nah, besar kemungkinan tiga saksi tersebut berasal dari perusahaan wajib pajak.
Jika Dhana mengaku hanya mengurusi dua perusahaan wajib pajak, informasi yang diperoleh menyebut bahwa perusahaan klien Dhana sejatinya banyak. Tapi, pemeriksaan terhadap Dhana baru sampai di dua perusahaan. Sisanya akan dilanjutkan dalam minggu ini. "Rencananya akan dikonfrontir antara Dhana dan wajib pajak. Tapi, kapan kami belum tahu," kata sumber yang lain.
Di sisi lain, pengacara Dhana, Reza Edwijanto, mengatakan bahwa harta kliennya tidak hanya dari bekerja sebagai pegawai Dispenda DKI Jakarta atau sebelumnya saat masih sebagai bekerja sebagai Account Representative (AR) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar atau biasa dikenal dengan Kantor LTO (Large Tax Office) Gambir, Jakarta Pusat. "Lagi pula, hartanya tidak sebesar itu. Sudah tercatat semua di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara, Red.)," katanya.
Dalam LHKPN, harta Dhana tercatat Rp 1,2 miliar. Itu sudah termasuk rumah dan tanah yang merupakan warisan dari mendiang orang tua PNS golongan III-c itu. Duit Dhana di bank pun hanya Rp 400 juta. "Saya juga bingung dari mana orang menyebut Dhana punya rekening Rp 60 miliar," kata Reza.
Reza menegaskan, kliennya siap untuk menjalani semua proses hukum. Dia mempersilakan penyidik untuk mengkonfrontir Dhana dengan siapapun. "Kami ini dalam posisi tersangka. Kami cuma bisa defensif menghadapi pemeriksaan penyidik Kejaksaan," katanya.
Dia juga membantah bahwa kliennya pernah menerima imbalan dari wajib pajak. Semua duitnya, kata Reza, adalah hasil dari jerih payahnya sendiri bekerja keras di bisnis jual beli mobil. "Silakan tunjukkan kalau dia menerima imbalan," katanya.
Pengacara asal Surabaya itu menambahkan, rencananya hari ini pihaknya juga akan mengajukan penangguhan penahanan sekaligus mengajukan surat izin membesuk. Alasannya, Dhana tidak mungkin kabur karena paspor dan barang bukti sudah di tangan Kejagung. Reza menjamin Dhana tidak akan kabur.
Selain itu, kata Reza, hari ini istri Dhana, Dian Anggraeni, akan mengunjungi Dhana di Rumah Tahanan Kejagung. Sejak ditahan pada Jumat (2/3) lalu, tidak ada seorang pun yang mengunjungi Dhana. Bahkan pengacara Dhana yang ingin membesuk pada Sabtu (3/3) tidak bisa lantaran tidak ada surat izin dari penyidik. "Kami ajukan besok (hari ini, Red.). Kalau dapat, kemungkinan istri Dhana akan membesuk," katanya.
Efek beruntun dari tertangkapnya Dhana akhirnya sampai juga ke istrinya Dian Anggraeni. Perempuan yang sebelumnya bertugas di bagian teknis Kantor Pusat Ditjen Pajak itu kini hanya mengurusi administrasi. Namun, saat ini dikabarkan Dian masih cuti karena syok. "Psikologisnya terganggu," ujar Direktur Penyuluhan dan Humas Ditjen Pajak Dedi Rudaedi.
Pembatasan wewenang itu dikabarkan juga untuk meredam fenomena yang ada. Maksudnya, supaya Dian tidak lagi berada di posisi yang bersentuhan langsung dengan teknis pajak. Maklum, sebelumnya dia juga sempat diisukan ikut melakukan praktik tindak pidana korupsi.
Sementara itu, Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta agar pemeriksaan tidak berhenti di Dhana saja. Organisasi itu meminta kepada Kejagung agar ikut memantau perusahaan wajib pajak yang ditangani Dhana. Dugaannya, selain korupsi atas inisiatif pelaku juga ada terjadi praktik penyuapan.
Peneliti ICW Emerson Yuntho mengatakan, berkaca pada kasus Gayus Tambunan, ada beberapa perusahaan yang nekat melakukan suap supaya beban pajak menjadi ringan. Namun, meski Gayus telah divonis, para perusahaan itu tidak pernah disentuh hukum. "Kasus Gayus jangan sampai terulang lagi," kata Emerson di Kantor ICW.
Kalau sampai lolos, berarti penegak hukum tidak mengikuti perintah presiden. Seperti yang pernah diberitakan, per Januari 2011, Presiden mengeluarkan 12 instruksi untuk menyelesaikan kasus terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan. Salah satu poinnya adalah memproses para wajib pajak yang diduga memberi suap.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Arnold Angkouw sudah mengatakan kalau ada enam wajib pajak yang diuntungkan oleh aksi Dhana. Informasi juga keluar dari mulut Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany yang menyebut kalau posisi Dhana menangani banyak wajib pajak. "Harus diusut semua," tegasnya. (aga/dim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar