VIVAnews - Kejaksaan Agung mulai mencecar para wajib
pajak yang pernah menjadi pasien dari Dhana Widyatmika. Pemeriksaan
untuk menggali asal-usul kekayaan mantan pegawai Direktorat Jenderal
Pajak itu.
"Kemarin kan sudah ada yang dipanggil, nanti Kamis
juga akan ada lagi yang diperiksa," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum
Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman, saat dihubungi VIVAnews.com, Selasa 6 Maret 2012.
Namun,
Adi masih merahasiakan jumlah pasien Dhana yang akan diperiksa.
Termasuk apakah perusahaan-perusahaan itu memberikan uang kepada Dhana.
"Itu sudah masuk ke penyidikan," ujarnya.
Sementara itu,
pengacara Dhana, Reza Edwijanto, mengatakan kliennya lupa jumlah wajib
pajak yang pernah ditanganinya. "Tapi, menurut dia, tidak ada perusahaan
besar, semuanya perusahaan biasa saja," ujar Reza.
Menurut Reza,
kliennya pun membantah menerima dana dari para pasiennya itu. "Saat
pemeriksaan, dia mengakui tidak ada aliran dana dari WP (wajib pajak),"
ujarnya.
Kemarin, kejaksaan memeriksa manajemen PT Bangun Persada
Semesta. Rujito, pihak yang diperiksa kejaksaan, mengaku PT Bangun
pernah berhubungan dengan Dhana sekitar 4 tahun lalu. "Pernah
berhubungan tahun 2010," ujarnya.
Kejaksaan menetapkan Dhana
sebagai tersangka pada 24 Februari 2012, karena kepemilikan rekeningnya
yang tidak sesuai profil. Dhana dan istrinya diduga memiliki pundi-pundi
kekayaan miliaran rupiah. "Ada Rp8 miliar, lalu ada pula Rp20 miliar,"
kata sumber VIVAnews.
Uang itu belum termasuk mata uang
asing senilai US$270.000, atau setara Rp2,4 miliar lebih. Juga belum
termasuk logam mulia seberat 1 kilogram. Dhana pun diketahui memiliki
bisnis minimarket dan showroom jual beli truk bekas.
Kejaksaan
Agung menyatakan Dhana diduga menempuh beragam modus kejahatan seperti
gratifikasi, suap-menyuap, pemerasan, korupsi, dan penyalahgunaan
wewenang.
Namun, Dhana membantah memiliki rekening puluhan miliar
rupiah seperti yang disebutkan. Ia mengklaim hanya memiliki Rp400 juta
dari seluruh rekening yang dimilikinya. "Secara keseluruhan jumlahnya
Rp400 juta dari semua rekening yang disita," kata pengacara Dhana, Reza
Edwijanto. (art)
Blog ini merupakan kumpulan berita dari berbagai media elektronik, terutama yang berkaitan dengan langkah-langkah nyata dari seseorang/lembaga dalam rangka menegakan kebenaran, dan semoga blog ini akan berguna bagi pembaca.
BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN
Selasa, 06 Maret 2012
VIVAnews - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Didi Irawady, mengusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membekukan harta para tersangka korupsi. Pembekuan ini untuk mengantisipasi para pelaku korupsi untuk melarikan hartanya sebelum kasusnya selesai. "Dalam suatu perkara korupsi, apabila KPK menduga kuat pelaku korupsi berpotensi besar memindahkan, bahkan melarikan harta benda hasil korupsi, tentu tidak ada jalan lain untuk segera menyita sebelum harta-harta tersebut hilang," kata Didi kepada VIVAnews, Selasa 6 Maret 2012. Selain itu, pembekuan harta pelaku korupsi ini juga untuk menghindari tindakan dari para tersangka menggunakan hartanya untuk menyuap penegak hukum. "Bahkan, belakangan ini uang hasil kejahatan itu bisa pula digunakan untuk membangun opini sesat dengan cara mendiskreditkan KPK dan juga pihak-pihak lain yang berseberangan dengan koruptor tersebut," ujarnya. Seperti dalam kasus Gayus Tambunan, Didi melanjutkan, putusan majelis hakim perlu diapresiasi. Karena berani memutuskan untuk merampas seluruh harta milik mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu. "Putusan itu diharapkan dapat memberi efek jera terhadap pegawai negeri sipil lain agar tidak mencoba menyimpang dalam menjalankan tugas sebagai aparat birokrasi," ujarnya. (art)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar