BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 06 Februari 2013

Ketua KPK Beberkan Status Tersangka Rusli Zainal

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad membenarkan status Gubernur Riau Rusli Zainal telah ditingkatkan ke penyidikan.

Peningkatan tersangka terhadap Ketua PB PON 2012 Riau itu terkait kasus dugaan suap revisi Perda PON dan dugaan korupsi pengeluaran izin pengelolaan hutan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

"Belum ada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) untuk RZ (Rusli Zainal). Tapi sudah ekspose dan sudah dinaikkan ke penyidikan, tinggal menunggu sprindiknya keluar. RZ kena kasus Pelalawan dan kasus PON," kata Abraham, Rabu (6/2/2013).

Berdasarkan gelar perkara dan ekspose yang dilakukan KPK, Politisi Partai Golkar itu dijerat dengan Pasal 5 dan atau Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Abraham juga secara tegas menyatakan jika satu orang bisa ditetapkan untuk dua kasus korupsi berbeda.

Dalam kasus suap revisi Perda No 6/2010 PON Riau, nama Gubernur Riau M Rusli Zainal kerap disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan para tersangka yang dibacakaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

Ketua DPP Partai Golkar itu diduga kuat memerintahkan Kadispora Riau, Lukman Abbas (Terdakwa) lewat saluran telepon agar memenuhi permintaan anggota DPRD Riau terkait pemberian fee untuk pemulusan pembahasan revisi perda itu.

Di sisi lain, dalam sidang beberapa tersangka di Pengadilan Tipikor Riau terungkap adanya aliran uang Rp9 miliar ke DPR RI. Pada Kamis (2/8/2012) Lukman Abbas yang bersaksi menyebutkan, dirinya pernah menyerahkan uang kepada Komisi X DPR RI sebesar Rp9 miliar atau USD 1.050.000. Uang itu paparnya, diberikan kepada Kahar Muzakir (anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Golkar).

Uang itu diserahkan dengan maksud sebagai alat pemulusan permintaan tambahan dana PON yang berasal dari APBN sebesar Rp290 miliar.

Sementara, kasus kehutanan Pelalawan bermula pada dispensasi Rencana Kerja Tahunan (RKT) kepada 12 perusahaan di Riau. Dalam kasus Pelalawan diduga negera dirugikan negara hingga mencapai Rp500 miliar hingga Rp3 triliun.

Kasus ini sendiri merupakan hasil pengembangan dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) bagi 12 perusahaan di Pelalawan. Kasus Pelalawan itu, sudahmenjerat mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar.

Bahkan KPK kemudian sudah menetapkan tersangka lain yakni, mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan Bupati Kampar Burhanuddi Husein, mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2002-2003 Asral Rahman, mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2003-2004 Syuhada Tasman, dan Mantan Kadishut Riau Suhada Tasman. Mereka sebelumnya sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Riau, terbukti secara sah dan meyakinkan.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru Riau Januari 2012, Suhada Tasman menyatakan Rusli Zainal-lah yang menyetujui dan mengesahkan 6 RKT IUPHHK/HT perusahaan. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan IUPHHK secara tidak sah.

Sementara, dari data Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2004, pada tahun 2004 Rusli telah menerbitkan 10 Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja (BK) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) atau Hutan Tanaman Industri (HTI).

Peraturan Pemerintah Nomor 34/2002 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, tertanggal 8 Juni 2002 serta dua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 dan Nomor 151/Kpts-II/2003 tertuang bahwa kewenangan pengesahan dan penerbitan RKT merupakan kewenanangan Menteri Kehutanan.

Karena itu sebagai Gubernur Riau Rusli tidak memiliki kewenangan untuk menilai bahkan meneken pengesahan RKT atau Bagan Kerja IUPHHK-HT. [rok]

Tidak ada komentar: