INILAH.COM, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Abraham Samad membenarkan status Gubernur Riau Rusli Zainal telah
ditingkatkan ke penyidikan.
Peningkatan tersangka
terhadap Ketua PB PON 2012 Riau itu terkait kasus dugaan suap revisi
Perda PON dan dugaan korupsi pengeluaran izin pengelolaan hutan di
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
"Belum ada surat perintah
dimulainya penyidikan (sprindik) untuk RZ (Rusli Zainal). Tapi sudah
ekspose dan sudah dinaikkan ke penyidikan, tinggal menunggu sprindiknya
keluar. RZ kena kasus Pelalawan dan kasus PON," kata Abraham, Rabu
(6/2/2013).
Berdasarkan gelar perkara dan ekspose yang dilakukan
KPK, Politisi Partai Golkar itu dijerat dengan Pasal 5 dan atau Pasal 12
huruf a dan b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor).
Abraham juga secara tegas menyatakan jika satu orang bisa ditetapkan untuk dua kasus korupsi berbeda.
Dalam
kasus suap revisi Perda No 6/2010 PON Riau, nama Gubernur Riau M Rusli
Zainal kerap disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan para tersangka yang
dibacakaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.
Ketua
DPP Partai Golkar itu diduga kuat memerintahkan Kadispora Riau, Lukman
Abbas (Terdakwa) lewat saluran telepon agar memenuhi permintaan anggota
DPRD Riau terkait pemberian fee untuk pemulusan pembahasan revisi perda
itu.
Di sisi lain, dalam sidang beberapa tersangka di Pengadilan
Tipikor Riau terungkap adanya aliran uang Rp9 miliar ke DPR RI. Pada
Kamis (2/8/2012) Lukman Abbas yang bersaksi menyebutkan, dirinya pernah
menyerahkan uang kepada Komisi X DPR RI sebesar Rp9 miliar atau USD
1.050.000. Uang itu paparnya, diberikan kepada Kahar Muzakir (anggota
Komisi X DPR dari fraksi Partai Golkar).
Uang itu diserahkan
dengan maksud sebagai alat pemulusan permintaan tambahan dana PON yang
berasal dari APBN sebesar Rp290 miliar.
Sementara, kasus
kehutanan Pelalawan bermula pada dispensasi Rencana Kerja Tahunan (RKT)
kepada 12 perusahaan di Riau. Dalam kasus Pelalawan diduga negera
dirugikan negara hingga mencapai Rp500 miliar hingga Rp3 triliun.
Kasus
ini sendiri merupakan hasil pengembangan dugaan korupsi penerbitan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) bagi 12
perusahaan di Pelalawan. Kasus Pelalawan itu, sudahmenjerat mantan
Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar.
Bahkan KPK kemudian sudah
menetapkan tersangka lain yakni, mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan
Bupati Kampar Burhanuddi Husein, mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi
Riau 2002-2003 Asral Rahman, mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau
2003-2004 Syuhada Tasman, dan Mantan Kadishut Riau Suhada Tasman.
Mereka sebelumnya sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Riau, terbukti secara sah dan meyakinkan.
Dalam
persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru Riau Januari 2012, Suhada
Tasman menyatakan Rusli Zainal-lah yang menyetujui dan mengesahkan 6 RKT
IUPHHK/HT perusahaan. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan perbuatan
melawan hukum dengan menerbitkan IUPHHK secara tidak sah.
Sementara,
dari data Dinas Kehutanan Propinsi Riau 2004, pada tahun 2004 Rusli
telah menerbitkan 10 Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja (BK)
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)
atau Hutan Tanaman Industri (HTI).
Peraturan Pemerintah Nomor
34/2002 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan, tertanggal 8 Juni 2002
serta dua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6652/Kpts-II/2002 dan Nomor
151/Kpts-II/2003 tertuang bahwa kewenangan pengesahan dan penerbitan RKT
merupakan kewenanangan Menteri Kehutanan.
Karena itu sebagai
Gubernur Riau Rusli tidak memiliki kewenangan untuk menilai bahkan
meneken pengesahan RKT atau Bagan Kerja IUPHHK-HT. [rok]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar