INILAH.COM, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan dalam hal
merekrut seorang baby sitter pengasuh bayi dari segi kebijakan aturan
yang berlaku.
Menurut Sekretaris Jenderal KPAI, M Ihsan bahwa kasus meninggalnya Rasya, bayi berusia lima tahun merupakan contoh kurangnya pengawasan terhadap rekrutmen pengasuh bayi.
"Nah contoh kasus seperti ini, dia kondisi lagi hamil kemudian diberikan seorang bayi berusia 5 bulan. Yang kita tahu orang yang sedang hamil emosinya tidak stabil sehingga ketika anak ini tidak bisa didiamkan, kemudian reaksi mendiamkan tidak sampai maka bisa ke tingkat pembunuhan," kata Ihsan, Senin (4/2/2013).
Ihsan menduga jangan-jangan hampir semua proses rekrutmen selama ini yang ditempatkan keluarga dimana sering dilihat dari broadcast, rekaman video ada balita dibunuh, dibanting, diinjak-injak sebagai fenomena gunung es. "Ternyata persoalannya sangat terjadi di masyarakat dan yang dilaporkan sangat sedikit," singkatnya.
Dari persoalan mendasar ini belum diungkap bahwa rekrutmen baby sitter masih banyak persoalan dimana yang diketahui seringkali perekrutan asal mau kemudian langsung ditempatkan. Di samping itu, meskipun melalui lembaga namun lembaga tersebut tidak berizin dan tidak ada standar yang jelas siapa yang bisa mendampingi anak di rumah.
"Kadang-kadang kalau kita lihat di Pasar Pramuka didrop dari berbagai daerah, jadi siapa yang mau tinggal ambil aja. Artinya seorang pembantu atau baby sitter tidak boleh sembarang orang," terang Ihsan.
Jadi, lanjutnya, Pemerintah Daerah harus mereview dan melakukan pengawasan sehingga yang mendampingi anak-anak ini betul seseorang yang diyakini jiwanya dalam kondisi stabil. Ihsan mengaku selama ini KPAI sering mendapat laporan pada tingkat yang bisa diperbaiki belum ke tahap pidana, namun KPAI berharap ada proses pencegahan agar tidak terulang kembali kasus seperti ini.
"Oleh karena itu, kita menawarkan sebaiknya kalau tidak percaya dititipkan di penitipan anak karena banyak pengasuhnya, mereka dilatih, mereka mengerti cara megasuh anak ketimbang di rumah yang orang tidak melihat sama sekali," imbuhnya.
Sementara Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta, Margaretha Hanita, mencatat ada ada 6.895 kasus kekerasan yang menimpa perempuan serta 1.795 kasus kekerasan yang dialami anak dalam 5 tahun terakhir.
"Untuk bayi jarang sekali ditemukan tapi kalau kekerasan anak kebanyakan terjadi kasus kekerasan seksual. Ini harus dilakukan upaya pencegahan dari semua pihak, terutama Pemerintah," tambah Margaretha. [ton]
Menurut Sekretaris Jenderal KPAI, M Ihsan bahwa kasus meninggalnya Rasya, bayi berusia lima tahun merupakan contoh kurangnya pengawasan terhadap rekrutmen pengasuh bayi.
"Nah contoh kasus seperti ini, dia kondisi lagi hamil kemudian diberikan seorang bayi berusia 5 bulan. Yang kita tahu orang yang sedang hamil emosinya tidak stabil sehingga ketika anak ini tidak bisa didiamkan, kemudian reaksi mendiamkan tidak sampai maka bisa ke tingkat pembunuhan," kata Ihsan, Senin (4/2/2013).
Ihsan menduga jangan-jangan hampir semua proses rekrutmen selama ini yang ditempatkan keluarga dimana sering dilihat dari broadcast, rekaman video ada balita dibunuh, dibanting, diinjak-injak sebagai fenomena gunung es. "Ternyata persoalannya sangat terjadi di masyarakat dan yang dilaporkan sangat sedikit," singkatnya.
Dari persoalan mendasar ini belum diungkap bahwa rekrutmen baby sitter masih banyak persoalan dimana yang diketahui seringkali perekrutan asal mau kemudian langsung ditempatkan. Di samping itu, meskipun melalui lembaga namun lembaga tersebut tidak berizin dan tidak ada standar yang jelas siapa yang bisa mendampingi anak di rumah.
"Kadang-kadang kalau kita lihat di Pasar Pramuka didrop dari berbagai daerah, jadi siapa yang mau tinggal ambil aja. Artinya seorang pembantu atau baby sitter tidak boleh sembarang orang," terang Ihsan.
Jadi, lanjutnya, Pemerintah Daerah harus mereview dan melakukan pengawasan sehingga yang mendampingi anak-anak ini betul seseorang yang diyakini jiwanya dalam kondisi stabil. Ihsan mengaku selama ini KPAI sering mendapat laporan pada tingkat yang bisa diperbaiki belum ke tahap pidana, namun KPAI berharap ada proses pencegahan agar tidak terulang kembali kasus seperti ini.
"Oleh karena itu, kita menawarkan sebaiknya kalau tidak percaya dititipkan di penitipan anak karena banyak pengasuhnya, mereka dilatih, mereka mengerti cara megasuh anak ketimbang di rumah yang orang tidak melihat sama sekali," imbuhnya.
Sementara Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta, Margaretha Hanita, mencatat ada ada 6.895 kasus kekerasan yang menimpa perempuan serta 1.795 kasus kekerasan yang dialami anak dalam 5 tahun terakhir.
"Untuk bayi jarang sekali ditemukan tapi kalau kekerasan anak kebanyakan terjadi kasus kekerasan seksual. Ini harus dilakukan upaya pencegahan dari semua pihak, terutama Pemerintah," tambah Margaretha. [ton]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar