INILAH.COM, Jakarta - Beberapa kalangan meminta pemerintah untuk
tidak menanggapi seruan dari LSM Greenpeace, agar Indonesia
menghentikan ekspor batubara, minyak dan gas ke luar negeri.
“Tidak
ada hak LSM asing Greenpeace mengatur Indonesia. Jadi anggap saja
mereka seperti badut yang lagi lucu-lucuan,” kata Wakil Sekjen Partai
Golkar Lalu Mara Satria Wangsa, Selasa (5/2/2013).
Dirinya
meminta pemerintah tidak terlalu ambil pusing dengan seruan Greenpeace.
Karena menurutnya, laporan Greenpeace sama sekali tidak berdasar, dan
selama ini LSM asing itu hanya berkoar-koar tanpa memberikan solusi.
“Kalau
alasannya kerusakan lingkungan, sudah ada AMDAL. Ekspor sah-sah saja
selama kebutuhan domestik sudah terpenuhi. Laporan itu dicuekin saja,
tidak perlu ditanggapi serius,” tegasnya.
Sementara pengamat
ekonomi Hendri Saparini dari Econit menilai desakan Greenpeace sangat
tidak masuk akal. Sebab, sebagai negara berkembang, Indonesia masih
membutuhkan sumber pendapatan dalam jumlah besar.
“Kita sudah
mengelola emisi dengan baik, jadi kalau diminta untuk menghentikan
ekspor sangat tidak mungkin. Penduduk miskin dan pengangguran masih
tinggi. Wajar saja kita mengelola sumberdaya alam,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah harus bersikap tegas untuk menghadang campurtangan pihak asing terkait kebijakan dalam negeri.
“Harus
ada langkah strategis dari pemerintah. Pemerintah harus tegas menjawab.
Kita negara berdaulat. Apalagi, saat ini kita sudah sangat menjaga
lingkungan,” katanya.
Untuk diketahui, dalam laporan terbarunya,
Greenpeace menuding pemerintahan Presiden SBY munafik karena menyerukan
peningkatan ekspor pertambangan.
"Perubahan iklim karena mega
proyek baru, adalah akibat langsung dari kemunafikan yang ditunjukkan
oleh segelintir pemerintah,” ujar Juru Kampanye Iklim dan Energi
Greenpeace Asia Tenggara, Arif Fiyanto, dalam rilisnya, Senin
(4/2/2013).
Seperti diketahui, Presiden SBY mendorong agar
ekspor Indonesia terus tumbuh meski terjadi krisis global. SBY
menegaskan, peningkatan ekspor menjadi kunci agar ekonomi Indonesia
tetap selamat saat krisis global yang belum berakhir.
"Kalau
ekspor turun drastis yang terpukul adalah industri yang memproduksi
barang dan jasa. Perusahaan yang memproduki barang dan jasa, dengan
menurunnya keuntungan perusahaan pajak negara berkurang, maka kesulitan
membiayai pembangunan di negeri kita," kata SBY di Jakarta, Rabu
(17/10/2012). [bay]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar