BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 19 Juni 2011

Menko Kesra Bantah Pemerintah Tidak Lindungi Ruyati

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono, membantah bahwa pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ruyati binti Sapubi yang dihukum pancung di Arab Saudi, Sabtu (18/6).

"Pemerintah bukan tidak memberikan perlindungan terhadap Ruyati," kata di Jakarta, Minggu.

Agung menjelaskan, Ruyati dibawa ke persidangan karena kasus pembunuhan terhadap seorang wanita warga Arab Saudi.

"Ruyati sendiri telah mengakui bahwa dirinya telah membunuh wanita tersebut sehingga ia dijatuhi hukuman pancung," katanya.

Sementara itu, menurut dia, hukuman di Arab Saudi memang demikian adanya, bila seseorang membunuh, maka pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati jika keluarga korban tidak memberi maaf.

"Bukan berarti pemerintah tidak memberikan perlindungan, namun hukum di sana yang memberlakukan hukuman seperti itu jika membunuh dan keluarga korban tidak memberi maaf," katanya.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati dengan meminta lembaga pemaafan (lajnatul afwu) untuk membebaskan dari hukuman mati tersebut, namun keluarga korban tetap bersikeras tidak memberi maaf.

Untuk itu, Menko Kesra mewakili pemerintah Indonesia mengucapkan duka cita mendalam atas kasus tersebut.

"Ini pelajaran bagi kita semua, bagi pemerintah, masyarakat, bagi para calon TKI, dan perusahaan penyalur TKI untuk meningkatkan kesiapan yang matang bila ingin bekerja di negara lain," katanya menambahkan.
(T.W004)


Jumhur: Ruyati Membunuh Karena Kerap Dianiaya

VIVAnews - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, menduga TKW Ruyati binti Sapubi nekat membunuh majikannya karena selama ini kerap dianiaya.

"Dalam persidangan Ruyati sempat mengaku sering dianiaya secara fisik, sehingga pada akhirnya dia melawan, yang berujung jatuhnya korban pada majikan perempuannya," kata Jumhur dalam keterangan persnya, Minggu, 19 Juni 2011.

Akibat perbuatannya, TKW asal Bekasi, Jawa Barat itu dihukum pancung di Arab Saudi, Sabtu, 18 Juni 2011. Perempuan berusia 54 tahun itu divonis mati dan dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan pada 12 Januari 2010. Ruyati dituduh membunuh majikan dengan cara kejam, yakni menusukkan pedang berkali-kali ke tubuh korban. Di depan pengadilan, Ruyati mengakui perbuatannya.

Jumhur membantah pemerintah berjalan lamban dalam mencegah eksekusi hukum pancung. Menurut dia, pemerintah Indonesia melalui KJRI Jeddah telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati, dengan meminta agar Lembaga Pengampunan (lajnatul afwu) membebaskannya dari hukuman mati. Namun keluarga korban meninggal bersikeras tidak mau memaafkannya.

"Hukum di Saudi Arabia memang demikian adanya, bila seseorang membunuh maka pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati sampai keluarga korban memberi maaf untuk tidak dihukum mati. Kami sudah berusaha, tapi belum mampu menembus rigiditas sistem hukuman mati di Saudi Arabia," jelas Jumhur.

Jumhur juga meminta agar masyarakat tidak mengaitkan peristiwa yang menimpa Ruyati dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada sidang International Labour Organization (ILO), di Jenewa, Swiss, baru-baru ini. (kd)

 BNP2TKI: Kami Sudah Berusaha, Tapi Belum Mampu Tembus Hukum di Saudi 
Nurvita Indarini - detikNews

Jakarta - Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berduka cita dan menyesalkan hukuman pancung pada TKI Ruyati binti Sapubi. BNP2TKI sudah berusaha membantu Ruyati, namun belum mampu menembus sistem hukuman mati di Arab Saudi.

"Hukum di Saudi Arabia memang demikian adanya, bila seseorang membunuh maka pengadilan akan menjatuhkan hukuman mati sampai keluarga korban memberi maaf untuk tidak dihukum mati. Kita sudah berusaha, tapi belum mampu menembus rigiditas sistem hukuman mati di Saudi Arabia," jelas Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat dalam pesan singkat yang diterima, Minggu (19/6/2011).

Jumhur berduka, prihatin dan menyesalkan apa yang menimpa Ruyati. Dia menyatakan, KJRI Jeddah telah berupaya keras agar Ruyati tidak dihukum mati dengan meminta lembaga pemaafan (lajnatul afwu) untuk membebaskan dari hukuman mati tersebut.

"Namun keluarga korban meninggal yang dibunuh oleh almarhumah Ruyati bersikeras tidak mau memaafkan. Dalam persidangan pun Ruyati mengakui melakukan pembunuhan itu," jelas Jumhur.

Jumhur berpesan bagi para calon TKI yang ingin bekerja ke Arab Saudi agar berhati-hati dan tidak memaksakan diri. "Jangan memaksakan diri kalau memang belum siap segala-galanya baik fisik, keterampilan, bahasa, budaya termasuk mental sehingga bisa menghindari dari berbagai masalah di sana," jelasnya.

Jumhur meminta agar pemancungan ini tidak dikaitkan dengan pidato SBY di ILO, Jenewa, Swiss. "Kami juga meminta pada masyarakat jangan mengaitkan peristiwa tersebut dengan pidato SBY di ILO, karena dalam masalah ketenagakerjaan, perbaikan-perbaikan terus dilakukan termasuk di Arab Saudi yang telah menandatangani Joint Statement (semacam Letter of Intent) termasuk MoU yang akan ditandatangani pada tahun ini," jelas Jumhur.

Peristiwa hukuman mati bagi Ruyati, imbuhnya, adalah lebih pada peristiwa pidana dibanding peristiwa perselisihan perburuhan.

Ruyati telah dieksekusi di Arab Saudi pada hari Sabtu kemarin atas vonis terhadap pembunuhan seorang perempuan Arab Saudi. Kemlu RI yang tidak mendapat pemberitahuan atas pemancungan itu, mengecamnya. Kemlu RI akan menyampaikan sikapnya pada Dubes Arab Saudi di Jakarta dan memanggil Dubes RI di Riyadh untuk berkonsultasi.

Ruyati berangkat ke Arab Saudi dengan menggunakan jasa pengerah TKI PT Dasa Graha Utama pada 2008. Menurut LSM Migrant Care, umurnya dimudakan 9 tahun. Ruyati telah lama bekerja di Saudi. Pada periode kerja pertama dan kedua, dia bekerja dengan baik. Baru pada periode ketiga, dia mendapat majikan yang kasar dan terjadilah peristiwa pembunuhan pada 10 Januari 2010.
 

 

Tidak ada komentar: