BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 23 Desember 2012

Bila Tak Ada Terobosan, Mustahil Jakarta Bebas Banjir

VIVAnews – Hujan deras beberapa jam di Jakarta sudah cukup membuat sejumlah jalan protokol tergenang. Diantaranya, Jalan MH Thamrin. Jalan yang menjadi ikon ibukota itu seolah bak kolam raksasa karena air meluap menggenangi jalan protokol. 
Hujan pada Sabtu, 22 Desember 2012, itu juga membuat jalanan di sekitar Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, turut tergenang. Kedalaman air membuat mesin sepeda motor mati saat pengendara melintas.
Banjir di urat nadi utama Indonesia ini membuat Perayaan Natal 2012 di aula Mahkamah Agung yang terletak di jalan yang sama dengan Istana juga terganggu. Ketua Kristiani Mahkamah Agung Paulus Effendi Lotulung terpaksa harus memutar lewat jalan belakang.
"Saya terpaksa lewat Jalan Juanda," kata Ketua Muda Urusan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung itu, usai perayaan Natal 2012 Mahkamah Agung. Akibat terjebak banjir di jalanan Jakarta, Paulus mengaku perjalanannya tertunda. "Setengah jam lebih lama ke sini," katanya.
Di jalan dekat Mal Citraland, Grogol, ketinggian air dilaporkan hingga sepaha orang dewasa. Selain itu, puluhan jalan-jalan utama di Jakarta lainnya, tergenang air, 25-50 centi meter. Diantaranya, Jalan Sudirman di depan FX, sebelum fly over Karet, Jalan Tendean, Jalan Asia Afrika, sekitar Mal Ambassador Casablanca, serta sejumlah ruas jalan di Kawasan Industri Pulogadung.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat ada 22 titik genangan banjir yang tersebar di Jakarta. Akibat banjir itu, jalanan Jakarta pun nyaris lumpuh. Jakarta macet parah meski sedang libur panjang. 
Mengapa Istana pun Kebanjiran
Juru Bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat dihubungi VIVAnews, Minggu 23 Desember 2012, menjelaskan mengapa kawasan Sudirman-Thamrin yang dekat Istana bisa tergenang air. 
Drainase di kedua jalan protokol tersebut tergolong bagus dan mampu mengalirkan air dari badan jalan. Tapi, tidak bisa bekerja baik karena muaranya pun meluap, yaitu Sungai Cideng dan Kanal Banjir Barat. ”Jadi, mau menampung air bagaimana?" kata Sutopo.
Kondisi cuaca di daerah Puncak yang juga hujan ikut membuat debit air Kali Ciliwung meningkat hingga 110 cm. Bendungan Katulampa ditetapkan Siaga III sejak pukul 16.18 WIB, Sabtu. 
Pada pukul 18.00 WIB, Katulampa naik lagi menjadi 120 cm. Kemudian dalam waktu 4 jam, air kiriman sudah masuh Depok dan 13 jam kemudian sejumlah kawasan di bantaran kali Ciliwung, Jakarta menerima banjir kiriman. 
Minggu, 23 Desember, sekitar pukul 03.00 WIB, daerah di  Kelurahan Makasar, Bidara Cina, Kampung Melayu, Cawang, Kramatjati dan di bantaran Ciliwung hilir terendam banjir hingga 1 meter.
"Dimensi dan masalah banjir di Jakarta terus meningkat. Selain faktor alam, faktor antropogenik ikut berperan menyebabkan banjir," katanya.
Dijelaskan Sutopo, pada periode sebelum tahun 70-an, faktor alam menjadi penyebab dominan dan sesudah itu penyebab banjir menjadi lebih kompleks.
Jakarta kemudian kewalahan mengatasi banjir dan dampak kemacetan. Berbagai upaya penanganan selalu menjadi kalah cepat dibanding dengan faktor penyebab.
Pengendalian banjir hingga 2014 diperkirakan belum akan menuntaskan titik banjir yang ada. Hingga kini ada 78 titik banjir di DKI Jakarta. Sementara Kanal Banjir Timur baru bisa mengurangi 15 titik banjir. 
Jika dilakukan normalisasi sungai di Kanal Banjir Barat dilakukan, akan mengurangi enam titik banjir. Normalisasi sungai Pesanggrahan, Angke dan Sunter pada 2011-2014 dengan dana Rp2,3 trilyun akan mengurangi 10 titik banjir. 
Demikian pula proyek pengerukan sungai Jakarta Emergency Dredging Initiative di Cengkareng Drain, Kali Sunter, KBB, Cideng, Angke dan lainnya pada 2013-2014 akan mengurangi 20 titik banjir.  
Meski seluruh proyek sudah selesai, Jakarta masih memiliki 27 titik banjir yang belum teratasi.  Dengan catatan tidak ada penambahan titik banjir baru. 
"Sementara banjir yang terjadi di Thamrin, Sudirman, dan Gatot Subroto, tidak masuk dalam 78 titik banjir yang ada," katanya.
Secara umum, Pemerintah daerah dan pusat juga mengantisipasi banjir untuk musim hujan kali ini sejak Oktober lalu. Ada 62 titik yang diwaspadai akan banjir. "Kami siapkan SDM, peralatan seperti tenda dan perahu karet," jelasnya.
Persoalan Drainase 
Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan banjir parah terjadi karena drainase yang ada sudah tidak sesuai dengan curah hujan. Keadaan alam sudah mulai parah dan membuat tanah-tanah tidak dapat menyerap air yang berlebihan. 
Selain itu, banyak bangunan rumah yang juga tidak memiliki drainase. Sementara, banjir yang terjadi di jalan Sudirman dan Thamrin, terjadi karena salahnya pembangunan gorong-gorong. 
"Gorong-gorongnya di depan Sarinah baru dibangun, kenapa sekarang tergenang lagi. Apa yang salah dengan drainasenya. Masalahnya di mana? Apa yang kemarin dibangun," kata Yayat.
Pemerintah Provinsi DKI dinilainya terlambat melakukan upaya normalisasi. Sementara, drainase yang ada saat ini terjadi penurunan fungsi yang cukup besar. Kecepatan membangun drainase tak seimbang dengan percepatan pembangunan perumahan. 
”Banjir Kanal sudah tak maksimal fungsinya, karena sampah yang memenuhi mulut-mulut sungai,” ujarnya. 
Menurutnya, tanah Jakarta sudah tidak mampu menampung curah hujan yang turun. Ketika hujan dengan mencapai 50 -100 mm turun dalam durasi tiga jam, Jakarta akan tergenang dan kebanjiran. Bila air kiriman dari Bogor masuk, tentu akan membuat kondisinya makin parah.
Gubernur DKI Joko Widodo diminta segera melaksanakan prioritas program yang direncanakan sebelumnya. "Gubernur Jokowi harus merealisasikan program untuk mengatasi banjir, penataan kanal banjir, normalisasi sungai dan transportasi massal." 
Jawaban Pemprov DKI
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menolak keras bila banjir itu akibat drainase. Curah hujan yang tinggi adalah penyebab utama. Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Ery Basworo, mengklaim seluruh drainase yang ada saat ini sudah berfungsi dengan baik. 
"Hujan deras dalam tempo 1,5 jam lebih. Kali Cideng sudah kita sedot dan dibuang ke KBT dan menjelang Maghrib sudah tidak ada genangan lagi," kata Ery Basworo, Minggu, 23 Desember 2012.
Ery menambahkan, rumah pompa di Gedung Jaya, Gedung Surya dan Gedung Mapalus semua aktif. Tapi setelah ditelusuri, ternyata debit air di Kali Cideng sangat tinggi dengan skala ketinggian mencapai 200 cm. Sebelum hujan sudah dilakukan penyedotan sampai ketinggian 20 cm.
Setelah memastikan tidak ada gangguan pada drainase, kemudian dilakukan pengecekan. Ternyata sejumlah wilayah di Jakarta terjadi hujan dengan intensitas yang sangat tinggi. 
Menurut Ery, curah hujan di Manggarai mencapai 87 mm, di Setiabudi 80 mm, Tomang Barat 96 mm, Cideng 125 mm, Karet 140 mm dan di istana mencapai 98 mm. Karena terkonsentrasi jadi meluap semua dan turun hujan besar di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Istana yang biasa tidak kena kini kena juga. ”Itu semua indikatornya." 
Ery menjelaskan, hujan yang turun sepanjang Sabtu kemarin adalah hujan periode 50 tahunan. Drainase dapat mengatasi, tapi Kali Cideng menjadi tinggi. Sementara saluran mikro yang ada di depan rumah warga tidak dapat menampung karena hanya untuk mengatasi periode hujan 5 tahunan.
"Kalau hujan harian, pompa kami sangat aman. Tapi kemarin itu hujannya luar biasa," katanya.
Jangka panjang, kata Ery, Jakarta yang dilewati 13 sungai besar akan melakukan normalisasi. Karena seluruh sungai itu sudah tidak cukup menampung kapasitas air yang ada saat curah hujan tinggi. 
"Lebar Kali Sunter hanya 6 meter, harusnya 20 meter. Pesanggarahan 20 meter, harusnya 40 meter. Seluruh sungai yang ada hanya mampu menampung sekitar 30 persen dari beban hujan yang ada," katanya.
Dijelaskan Ery, seluruh air yang datang ke Kali Cideng dari kawasan Thamrin dan sisi timur seperti Jalan Sabang, Wahid Hasyim dan Jalan Sunda, sudah tidak dapat menampung di Kali Cideng. Kemudian untuk mengatasi hal ini, langsung dilakukan penyedotan untuk dibuang ke Kanal Banjir Barat (KBT).
"Jadi harus dipahami ada yang namanya genangan ada yang namanya banjir. Dan soal genangan kemarin tidak ada kaitannya dengan drainase," katanya. (sj)

Tidak ada komentar: