BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 18 Desember 2012

Vonis Hukuman Mati Satinah di Arab Saudi Tak Bisa Dianggap Remeh!

RMOL. Vonis hukuman mati terhadap TKW, Satinah, di Arab Saudi tidak boleh dianggap remeh oleh pemerintah, khususnya Menakertrans dan BNP2TKI.
Pasalnya, sejauh ini belum jelas apakah pemerintah Indonesia akan memenuhi permintaan pembayaran diyat yang diminta oleh keluarga korban. Bila ini dibiarkan, dipastikan Satinah benar-benar akan dieksekusi oleh pengadilan Arab Saudi.
"Nyawa TKI itu sepertinya tidak berharga. Coba bandingkan dengan kasus-kasus warga negara lain yang melakukan tindak kriminal di Indonesia. Dipastikan mereka akan dibela oleh negaranya secara maksimal," ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhamadiyah Saleh P. Daulay dalam pesan singkat kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 18/12).
Satinah, TKI asal Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, divonis membunuh majikan perempuannya, Nura al-Gharib, di wilayah Gaseem pada awal 2009. Pembunuhan dipicu karena Satinah sering dianiaya dan diperlakukan tak senonoh oleh sang majikan dan keluarganya.
Tidak hanya membunuh, Satinah juga menghadapi tuduhan pencurian uang majikan sebesar 37.970 Real Saudi yang diakui oleh yang bersangkutan sebelum melarikan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Melalui vonis pengadilan syariah tingkat pertama hingga kasasi (2010), Satinah diganjar hukuman mati (qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Dalam upaya mediasi untuk perdamaian dan pemaafan dari keluarga korban, tercapai upaya pemaafan dengan membayar diyat 500 ribu Real Saudi atau sekitar Rp1,25 miliar sebagai pengganti hukuman qishash.
Namun, pihak keluarga kemudian menaikkan besaran diyat tersebut menjadi 10 juta Real Saudi atau Rp25 miliar, sehingga persoalan ini melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar.
Dalam amatan Saleh, sejauh ini belum terlihat upaya serius pihak Kemenakertrans dan BNP2TKI untuk membebaskan Satinah. Padahal, para TKI sudah diasuransikan sebagai bentuk antisipasi bila hal seperti ini terjadi.  "Sayangnya, pemerintah kelihatannya tidak bisa menekan perusahaan asuransi untuk memenuhi klaim atas nama Satinah," tandasnya.
Makanya, menurut Saleh diperlukan audit investigatif terhadap konsorsium perusahaan asuransi yang mengelola dana asuransi TKI ini. Jangan sampai muncul dugaan adanya kongkalikong antara kemenakertrans dan BNP2TKI dengan konsorsium perusahaan asuransi tersebut.
"Dalam konteks ini, BPK diminta proaktif untuk melakukan audit agar persoalan ini menjadi jelas dan terang," terang Saleh, yang saat ini tengah berada di India mengikuti acara Simposium Internasional 2012 PPI Dunia.
Kemarin, Menakertrans Muhaimin Iskandar menegaskan pemerintah tetap berusaha sekuat tenaga membebaskan Satinah.
"Pemerintah berusaha kuat, semaksimal mungkin, terutama melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Karena Kemlu yang berwenang untuk melakukan pendekatan ke keluarga korban, agar sesuai dengan harapan kita," kata Muhaimin. [zul]

Tidak ada komentar: