BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 07 Agustus 2013

Bermimpi menyeberangi Merak-Bekauheni dengan jembatan

Rahmad Nasution

Medan (ANTARA News) - Seorang ibu muda berjilbab memeluk bayinya yang berada di kain gendongan sembari tangan kanannya mengipas-ngipaskan muka balitanya itu supaya asap kenalpot puluhan sepeda motor dan mobil yang mulai memenuhi ruang pengap dek kendaraan KM Mufidah tidak mengganggu buah hatinya yang pulas tertidur.

Kejadian itu berlangsung Sabtu siang (3/8) sekitar pukul 12.55 WIB tatkala kapal feri tersebut sudah bersiap "memuntahkan" kendaraan para pemudik asal Jakarta, Bogor, Bandung dan sejumlah kota lain di Pulau Jawa itu dari pintu rampanya menuju jembatan sambung dermaga Pelabuhan Bekauheni, Lampung.

Dengan penuh kasih, si ibu yang mudik bersama suaminya dengan sepeda motor bebek itu tampak tetap mengipasi muka anaknya dengan kipas beranyaman bambu bahkan setelah dia berada di boncengan di tengah suara bising raungan mesin motor akibat ulah sejumlah pemudik yang sepertinya tak lagi sabar untuk segera keluar dari pintu rampa feri.

Kepulan asap kenalpot sepeda motor dan mobil pemudik pun terbang bersama angin setelah pintu rampa dek kendaraan KM Mufidah dibuka namun kesengsaraan banyak pemudik seperti yang dialami pasangan muda yang bersepeda motor bersama bayi mereka menuju kampung halaman di Pulau Sumatera itu sudah terjadi jauh sebelum mereka berhasil masuk ke feri pada H-5 itu.

Betapa tidak, seperti yang dialami Antara bersama ratusan pemudik berkendaraan lain pada 3 Agustus dinihari itu, kemacetan panjang sudah menyergap sejak tiba di KM 96 menjelang pintu tol Merak pada pukul 02.30 WIB.

Setelah merayap untuk dapat keluar dari pintu tol itu, kemacetan panjang masih menyertai perjalanan bus, truk, dan ratusan kendaraan pemudik yang hendak menuju Pelabuhan Merak. Hingga pukul 06.05 WIB, banyak mobil pemudik yang belum juga tiba di areal pelabuhan karena terjebak kemacetan akibat pengerjaan perbaikan jalan.

Pengaspalan sepanjang 100 meter di ruas jalan sekitar dua kilometer menjelang areal masuk pelabuhan itu berkontribusi pada terjadinya kemacetan dan antrean panjang tersebut karena selepas titik perbaikan jalan, arus kendaraan relatif lancar.

Sepanjang jalur macet itu, banyak di antara para pemudik dengan tujuan berbagai kota di Sumatera itu berulang kali mematikan mesin. Ada pula yang bertahan di mobil dengan tetap menghidupkan AC atau keluar dari kendaraan untuk melihat situasi, dan ada juga yang mampir ke toilet rumah makan pinggir jalan.

Kondisi jalan yang macet total itu dimanfaatkan dua orang anak yang mudik bersama orang tuanya dengan mobil minibus yang di kaca belakangnya tertempel kertas bertuliskan "pulang basamo 2013" untuk bermain bola karet. Mereka diawasi ibunya saat bermain bola karet warna di sisi kiri mobil mereka yang berhenti di tengah kemacetan.

Semua dinamika yang menyertai perjalanan para pemudik menuju Pelabuhan Merak itu tidak serta merta membebaskan mereka dari penantian karena setibanya di areal pelabuhan, ratusan kendaraan kembali berjalan perlahan mengikuti alur antre menuju pintu loket pembayaran.

Setelah membayar tiket penyeberangan senilai Rp275 ribu untuk mobil pribadi, para pemudik tidak langsung diizinkan masuk ke kapal-kapal feri melainkan diarahkan petugas untuk berhenti menunggu giliran masuk dek.

Antara yang berhasil masuk areal Pelabuhan Merak pada pukul 07.48 WIB setelah melalui perjuangan panjang di jalan yang macet tadi baru mendapat giliran masuk ke dek kendaraan KM Mufidah sekitar pukul 11.00 WIB.

Irit duit

Mengalami kondisi mudik yang macet dan antre berjam-jam ini, Ali Imran Nasution, pemudik dari Jakarta dengan tujuan Medan, mengatakan kondisi seperti ini tidak akan dialami kalau ada Jembatan Selat Sunda (JSS).

"Kalau ada jembatan, kita bisa irit waktu dan juga duit," kata Nasution yang mudik bersama beberapa anggota keluarganya dengan mobil jenis minibus warna hitam berplat B 1433 CVH itu.

Apa yang dialami Ali Imran Nasution dan ribuan pemudik lainnya pada lima hari sebelum perayaan Idul Fitri 1434 Hijriah itu bukan baru pertama kali ini terjadi. Sebaliknya kemacetan dan antrean panjang kendaraan dari dan menuju Pelabuhan Merak-Bakauheni tersebut sudah menjadi fenomena sejak beberapa tahun terakhir.

Kendati PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) selaku otoritas pelabuhan terus berupaya meningkatkan pelayanan dengan menyiapkan berbagai fasilitas dan 28 kapal feri yang handal, kemacetan dan antrean panjang seperti pada musim mudik 2013 ini tidak terhindarkan.

Kondisi macet dan antrean yang lebih ekstrem bahkan pernah dialami Vera Pujianti (34), warga Kota Bekasi yang rutin mudik dengan mobil ke Jambi bersama suami dan anak-anaknya sejak berumah tangga pada tahun 1998, pada musim mudik Lebaran 2012.

Ketika itu, mobil yang membawa dia, suami dan anak-anaknya dari rumah mereka di Bekasi Utara ke Pelabuhan Merak pada H-3 terperangkap kemacetan dan antrean panjang selama 19 jam sebelum dapat masuk ke feri yang menyeberangkan mereka ke Bakauheni, Lampung.

"Selama penantian belasan jam itu, AC mobil sering dihidupkan untuk membuat anak-anak tetap nyaman di mobil. Tapi berapa bensin yang menguap untuk itu?" katanya.

Kondisi yang dialami para pemudik pada H-5 Lebaran 2013 dan H-3 Lebaran 2012 itu terjadi karena, selain faktor manajemen perawatan dan pembangunan jalan raya, tren pemudik berkendaraan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Data rekapitulasi Angkutan Lebaran PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2011 dan 2012 memperlihatkan tren itu dimana dari H-9 hingga H+7 Lebaran 2012, diseberangkan sebanyak 982.748 orang serta 193.166 sepeda motor dan mobil.

Jumlah total kendaraan roda dua dan empat yang diangkut dari Pelabuhan Merak ke Pulau Sumatera pada arus mudik dan balik Lebaran 2012 itu mengalami peningkatan masing-masing delapan dan 11 persen dibandingkan Lebaran 2011.

Tren yang sama juga dialami Pelabuhan Bakauheni di Provinsi Lampung, yakni jumlah sepeda motor pemudik yang diseberangkan ke Pulau Jawa pada Lebaran 2012 meningkat 5,5 persen dan mobil 12 persen dari Lebaran 2011.

Di luar momen arus mudik dan arus balik lebaran, kondisi ekstrem yang pernah dialami banyak pemudik itu juga sudah berulang kali terjadi. Bahkan, seperti yang terjadi pada bulan Juli 2012, misalnya, antrean truk yang akan menyeberang dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni pernah mencapai hingga 10 kilometer di tengah keterbatasan jumlah kapal feri yang beroperasi.

Di samping faktor volume kendaraan yang meningkat dan jumlah feri yang terbatas, gangguan cuaca di perairan yang menghubungkan kedua pelabuhan penyeberangan utama Pulau Jawa dan Sumatera itu juga kerap menghambat keberangkatan feri.



Jembatan JSS

Bagi para pemudik yang rutin melintasi jalur Merak-Bakauheni seperti Ali Imran Nasution dan Vera Pujianti, pembangunan JSS atau Jembatan Selat Sunda adalah "solusi" atas masalah akut kamacetan dan antrean panjang kendaraan yang cenderung terus berulang.

Harapan Ali Imran dan Vera pada kehadiran jembatan yang pembangunannya diperkirakan menelan biaya sedikitnya Rp200 triliun itu tidaklah berlebihan karena asa yang sama juga sudah disuarakan banyak pihak dari dalam dan luar Banten dan Lampung sebagai dua provinsi yang langsung terkena dampak JSS.

Profesor Sedyatmo dari ITB bahkan sudah mengusulkan keterhubungan Pulau Jawa dan Sumatera itu pada tahun 1960, tulis Joko Surono dalam laporan kajian akademisnya berjudul "Tinjauan politik Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda".

Dalam perkembangannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri pun telah mengisyaratkan keberlanjutan rencana pembangunan jembatan sepanjang 29 kilometer itu.

Kehadiran JSS seperti yang didambakan banyak pemudik itu tidak hanya diyakini menyelesaikan masalah transportasi pada saat maupun di luar musim mudik tahunan saja tetapi juga membawa harapan baru secara ekonomis.

Bahkan dilihat dari konstelasi ekonomi dunia, kajian akademis Poernomosidhi Poerwo (tenaga ahli fungsional Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum) menunjukkan bahwa kehadiran akses JSS membuat pengaruh Pulau Jawa dan Sumatera terhadap geoekonomi dunia "akan sangat signifikan".

Signifikansi kehadiran jembatan tersebut bagi penguatan posisi Jawa dan Sumatera dalam kontelasi ekonomi dunia itu terutama akan dirasakan sektor industri jasa pariwisata serta transportasi lintas kawasan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan bahkan Asia-Australasia, katanya.

Dipandang dari kepentingan angkutan manusia, barang dan jasa antara Jawa dan Sumatera, kehadiran JSS itu pun akan memberikan para pengendara pilihan yang tidak bergantung pada "pengaruh cuaca dan waktu", katanya.

Pembangunan JSS itu, menurut Poernomosidhi Poerwo, juga akan mendorong distribusi pengembangan kegiatan industri ke sejumlah provinsi di Sumatera dari yang selama ini terkonsentrasi di Jawa.

"Kita bermimpi bisa menyeberangi Merak-Bakauheni tak lagi dengan feri tetapi jembatan seperti yang sudah dirasakan masyarakat Jawa Timur di Jembatan Suramadu," kata Nasution.

Tidak ada komentar: