BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 02 Agustus 2013

Ini Strategi Mahkamah Agung untuk Lebih Terbuka ke Publik

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - Tidak hanya judicial review di Mahkamah Agung (MA) yang dinilai tertutup. Masyarakat juga menilai dalam perkara pidana dan perdata cukup sulit mendapatkan informasi.

MA membela diri jika hal tersebut dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana. Ke depan, MA akan terus menambah ruang sidang dan sistem informasi yang lebih baik agar tak dinilai tertutup.

"Memang kita kelemahannya informasi perkara. Ini jadi masukan kita. Nanti setelah renovasi, bisa jadi ruang-ruang sidang yang lebih luas," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Ridwan Mansyur di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2013).

Ridwan menambahkan renovasi ruang sidang di MA dilakukan karena ruangan yang ada saat ini seluas 2 x 3 meter. Ukuran ini sangat sempit karena hanya mampu menampung 3 sampai 4 orang untuk sekali sidang.

"Mudah-mudahan dengan ruang sidang jadi nanti kita renovasi. Kita akan bikin ruang sidang lebih besar. Kalau mau datang pas musyawarah atau sidang bisa," ujar Ridwan.

Menurut Ridwan, jumlah perkara di MA mencapai ribuan yang harus ditangani. Hal ini membuat akses informasi menjadi terbatas karena jumlah perkara tidak seimbang dengan sumber daya yang ada.

"Perkara di MA ribuan, kita buka tapi tidak mungkin semua. Kalau ada pihak yang berkepentingan bisa menanyakan tapi kan tidak bisa semua akses," ujar Ridwan.

Untuk mengatasi sistem informasi ini, MA akan mengoptimalkan berkas perkara secara digital atau softcopy. Softcopy berkas perkara akan selalu diminta dari pihak-pihak yang berperkara.

"Nanti mulai September 2013, melalui elektronik. Dari pengadilan, jaksa, dan pengacara semua softcopy, jadi nanti masing-masing bisa mendapatkan berkas lebih cepat. Ditambah sekarang hakim agung punya 2 asisten untuk mengetik di komputer," ujar mantan Ketua Pengadilan Negeri Batam ini.

MA juga berencana melakukan proses screening salinan putusan untuk meminimalisir salah ketik. Proses ini ditambah dengan pemberlakuan batas waktu untuk hakim agung sebagai majelis hakim menyelesaikan satu perkara.

"Yang pasti ada batasnya di majelis itu memutus perkara yakni 3 bulan, bareng mereka musywarah sehingga waktunya lebih singkat," tutup Ridwan.

Tidak ada komentar: