INILAH.COM, Manado - Pers yang bebas turut memberi
kontribusi bagi kemajuan perekonomian suatu negara, namun bentuk
kontribusi tersebut harus selaras agar tidak menjadi kontra produktif
dan merusak pembangunan, satu sesi konvensi menyimpulkan.
Fakta menunjukkan negara-negara maju umumnya memiliki pers yang bebas, tetapi pers umumnya terkekang di negara-negara berkembang. “Korelasi ini memperlihatkan bahwa peran pers sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan good governance menjadi salah satu sebab mengapa perekonomian suatu negara dapat tumbuh, berkembang dan maju,” kata Bambang Harimurty dari Kelompok Grup Media Tempo, di Manado, Jumat (8/2/2013) pagi.
Bambang Harimurty bersama Ryadi Suparno (The Jakarta Post) dan Andi Suruji (CEO Inilah Group) menjadi pembicara dalam sesi Peran Pers dalam Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Inovatif. Acara ini yang diselenggarakan dalam rangka Hari Pers Nasional 2013 di Manado Convention Centre, dihadiri lebih dari seratus insan pers dari seluruh Indonesia serta mancanegara.
Ketiga pembicara sepakat perekonomian akan tumbuh di atas enam persen setahun, tetapi mereka juga mengidentifikasi berbagai kelemahan yang dapat menganggu perekonomian nasional. Sekalian kelemahan itu dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri.
CEO Inilah Grup Andi Suruji menyebut, pelemahan perekonomian China dan India, serta krisis di Eropa yang berkepanjangan menyebabkan volume serta harga komoditas ekspor primer menurun. Di saat bersamaan, impor meningkat terutama dengan adanya pembelian puluhan pesawat terbang oleh sejumlah maskapai penerbangan nasional.
Sebenarnya, Andi Suruji menambahkan, daerah yang inovatif dapat memainkan peran lebih besar dalam memajukan perekonomian karena sekitar 60% dan APBN mengalir ke daerah. Namun sayangnya, banyak dikorupsi dan digunakan untuk kegiatan rutin seperti belanja pegawai hingga sedikit sekali yang diarahkan kepada pembangunan.
Perekonomian nasional pada tahun politik ini, lanjutnya, menghadapi dinamika yang memerlukan perhatian serius. Misalnya pasokan energi yang tersendat dan terbatas, kenaikan upah buruh, kenaikan tarif dasar listrik, subsidi yang makin membengkak dan infrastruktur yang buruk.
Pada akhirnya ketiga pembicara mengingatkan, pers harus terus mengawal pembangunan nasional secara kritis namun pada saat yang bersamaan turut memberi kontribusi positif bagi pembangunan nasional.
Fakta menunjukkan negara-negara maju umumnya memiliki pers yang bebas, tetapi pers umumnya terkekang di negara-negara berkembang. “Korelasi ini memperlihatkan bahwa peran pers sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan good governance menjadi salah satu sebab mengapa perekonomian suatu negara dapat tumbuh, berkembang dan maju,” kata Bambang Harimurty dari Kelompok Grup Media Tempo, di Manado, Jumat (8/2/2013) pagi.
Bambang Harimurty bersama Ryadi Suparno (The Jakarta Post) dan Andi Suruji (CEO Inilah Group) menjadi pembicara dalam sesi Peran Pers dalam Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Inovatif. Acara ini yang diselenggarakan dalam rangka Hari Pers Nasional 2013 di Manado Convention Centre, dihadiri lebih dari seratus insan pers dari seluruh Indonesia serta mancanegara.
Ketiga pembicara sepakat perekonomian akan tumbuh di atas enam persen setahun, tetapi mereka juga mengidentifikasi berbagai kelemahan yang dapat menganggu perekonomian nasional. Sekalian kelemahan itu dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri.
CEO Inilah Grup Andi Suruji menyebut, pelemahan perekonomian China dan India, serta krisis di Eropa yang berkepanjangan menyebabkan volume serta harga komoditas ekspor primer menurun. Di saat bersamaan, impor meningkat terutama dengan adanya pembelian puluhan pesawat terbang oleh sejumlah maskapai penerbangan nasional.
Sebenarnya, Andi Suruji menambahkan, daerah yang inovatif dapat memainkan peran lebih besar dalam memajukan perekonomian karena sekitar 60% dan APBN mengalir ke daerah. Namun sayangnya, banyak dikorupsi dan digunakan untuk kegiatan rutin seperti belanja pegawai hingga sedikit sekali yang diarahkan kepada pembangunan.
Perekonomian nasional pada tahun politik ini, lanjutnya, menghadapi dinamika yang memerlukan perhatian serius. Misalnya pasokan energi yang tersendat dan terbatas, kenaikan upah buruh, kenaikan tarif dasar listrik, subsidi yang makin membengkak dan infrastruktur yang buruk.
Pada akhirnya ketiga pembicara mengingatkan, pers harus terus mengawal pembangunan nasional secara kritis namun pada saat yang bersamaan turut memberi kontribusi positif bagi pembangunan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar