Jakarta (ANTARA News) - Ini suara dari rakyat kebanyakan yang menjadi pihak yang harusnya dilayani para abdi negara. Kerumitan birokrasi dan jumlah pegawai negeri sipil yang gemuk, menjadi sorotan mereka. Hal itu menjadi pekerjaan rumah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang baru, Azwar Abubakar.

Mahasiswa UI, Aria Prasetia (20), merasakan jalur birokrasi di badan pemerintah masih terlalu ruwet, bertele-tele dan penuh dengan praktek uang. Menurut pengalamannya, proses pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) membutuhkan beberapa jalur yang tidak dirasakan perlu karena bisa langsung ke kepolisian terdekat.

Pertama, pembuat SKCK  harus meminta surat keterangan ke RT dan RW serta mengeluarkan uang, terus meminta perijinan dari kelurahan dan bayar, terus kecamatan dan bayar, terakhir ke kepolisian dan bayar.

"Dipikir-pikir, uang habis dijalan untuk bikin SKCK doang," katanya, di Stasiun Jakarta Kota, pada Selasa.

Buruh pabrik asal Sidoarjo, Soenaryo (48), menceritakan rumitnya jalur birokrasi ketika orang miskin ingin meminta jaminan kesehatan pengobatan di RS.  Banyak prosesnya yang harus dilalui seorang pasien tapi pasien yang bersangkutan sudah sakit dan butuh-butuh pertolongan secepatnya.

"Pokoknya kalau ngga kaya, jangan masuk rumah sakit," katanya.

Tak hanya itu, wargapun setuju dengan diadakannya moratorium CPNS hingga Desember 2012. Aria melihat jumlah pegawai negeri sipil di Indonesia terlampau banyak dan tidak sesuai dengan pencapaian kinerja mereka.

"Jika banyak tapi kinerjanya ngga ada, buat apa," katanya. Poenaryo.

Namun, Mahasiswi Trisakti, Dwi Haryani (23), memuji kebijakan Kementerian Dalam Negeri dalam pembuatan KTP elektronika karena hal itu memutuskan jalur birokrasi yang rumit dalam pembuatan KTP.
KTP elektronika bisa mendata secara cermat sebarapa banyak penduduk Indonesia.

"Pembuatan KTP dalam waktu normal bisa sebulan tapi KTP elektronika cuma sehari," katanya di Halte Central Busway (HCB) Harmoni. adam