BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 25 Oktober 2011

Jika KPK Berwenang Hentikan Perkara, Koruptor Senang

Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Bila wacana memberikan KPK wewenang menghentikan kasus korupsi lewat mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) benar-benar dilakukan, dinilai menjadi langkah mundur bagi pemberantasan korupsi. Koruptor bisa langsung bersorak karena celah untuk lolos dari hukum tidak lagi berada di tangan pengadilan korupsi (Tipikor) namun bertambah di tangan KPK.

"Betul itu membuka peluang koruptor untuk mencari jalan mudah lewat mekanisme SP3. Kalau dilihat dari sisi hukum seperti itu. Secara semangat pemberantasan korupsi, ini kemunduran besar. Koruptor langsung senang," kata staf pengajar sosiologi korupsi Unversitas Airlangga, Eddy Herry saat dihubungi detikcom, Selasa (25/10/2011).

Menurutnya, saat ini gelombang melemahkan KPK datang dari berbagai penjuru. Sebab, banyak yang tidak suka melihat kepentingannya terusik.

"Kalau SP3, menjadi celah yang tidak produktif bagi KPK. Banyak yang tidak suka KPK karena dianggap lembaga superbody," ujar Eddy yang sempat dipenjara pada era Orde Baru karena menamai anaknya dengan nama 'Gusur Suharto'.

Sebelumnya, Ketua MPR Taufiq Kiemas menilai KPK perlu i kewenangan menerbitkan SP3. Baginya KPK cukup mendidik para koruptor tanpa harus menghajarnya berlebihan. "Kita melihat orang ini disuruh jera atau diperbaiki mentalnya. Kalau mentalnya kan bisa. Kalau mau mendidik bisa SP3," tutur Taufiq.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin membantah akan ada SP3 terhadap perkara yang ditangani KPK. Menurut Aziz pernyataan bakal adanya SP3 hanya sebatas obrolan warung kopi.

"Itu cuma obrolan warung, kita di Komisi III belum membahas apa-apa soal revisi UU KPK," ujar Aziz pada kesempatan terpisah.

SP3 merupakan instrumen hukum yang diberikan kepada polisi dan kejaksaan. Di dua institusi tersebut, SP3 dikeluarkan bila perkara dianggap tidak memenuhi cukup bukti atau saksi sehingga tidak layak dilanjutkan. SP3 ini dikritik para pengiat hukum karena standar layak atau tidaknya perkara maju ke proses berikutnya tergantung penilaian polisi/jaksa sehingga rawan dimanipulasi.

Tidak ada komentar: