Jakarta  (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh, berharap Mahkamah Agung (MA) tidak mempersoalkan kewenangan KY menyeleksi hakim ad hoc pada MA.

"Semangat pembentuk undang-undang kan hanya ingin membantu MA untuk mendapatkan hakim ad hoc yang baik, ini juga meringankan tugas-tugas MA," kata Imam, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya di Jakarta, Jumat.

Dia juga mengatakan bahwa suatu lembaga menyeleksi untuk kepentingannya sendiri dirasa kurang obyektif.

Imam juga mengkhawatirkan jika kewenangan untuk menyeleksi seleksi hakim adhoc pada MA tidak disetujui akan berdampak tidak terjaminnya kualitas dan integritas hakim ad hoc pada MA yang dihasilkan.

Ia mengatakan bahwa kewenangan pihaknya ikut seleksi ini karena melihat fakta seleksi calon hakim ad hoc tingkat pertama yang selama ini dilakukan MA banyak yang bermasalah.

"KY merasa perlu untuk menyeleksi hakim adhoc pada MA karena melihat hasil seleksi hakim ad hoc, terutama di tingkat pertama tak bisa diharapkan, banyak yang bermasalah, seperti kasus hakim ad hoc Tipikor Bandung, Ramlan Comel, dan hakim ad hoc Imas Dianasari," jelasnya.

Saat pembahasan Revisi UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY di DPR beberapa waktu, perwakilan MA sempat mempersoalkan kewenangan baru KY untuk menyeleksi hakim ad hoc pada MA sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf a. Seperti hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor), hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM), dan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada MA yang khusus menangani perkara-perkara tertentu di tingkat kasasi/peninjauan kembali.

Perwakilan MA yang saat itu diwakili Hakim Agung Abdul Gani Abdullah menilai bahwa kewenangan baru KY itu tidak diamanatkan oleh UUD 1945.

Pasalnya, Konstitusi hanya mengamanatkan KY menyeleksi calon hakim agung. Aturan kewenangan itu berpotensi di-judicial review bagi hakim ad hoc yang merasa dirugikan.