Indah Mutiara Kami - detikNews
Jakarta - Keluarga Julia Fransiska Makatey menggugat dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni dkk ke pengadilan karena menilai dokter melakukan pembiaran karena uang jaminan yang belum tersedia. Kasus ini menjadi pelajaran bagi dunia kesehatan. Dalam kondisi darurat hendaknya rumah sakit tak usah berpikir uang.
"Nggak usah mikir-mikirin duit. Rumah sakit rugi, biar aja rumah sakit rugi. Rumah sakit wajib memberikan pertolongan gawat darurat termasuk kepada orang tidak mampu," kata Wakil Ketua Komite Etik dan Hukum RSCM dr Tjetjep DS, SpF.
Hal itu disampaikan dr Tjetjep usai'Mini Simposium Risiko Tindakan Medis dalam Praktik Kebidanan' di Ruang Sarwono, RSCM, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2013). Berikut wawancara lengkap dengan dr Tjetjep DS.
Dalam keadaan gawat darurat apakah dokter wajib memberikan informasi pada pasien?
Kita lihat dulu konteks gawat darurat. Gawat darurat itu kan suatu tindakan yang harus diambil segera kalau tidak mengakibatkan kecacatan atau kematian. Dalam gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa tidak dibutuhkan inform consent (informasi yang bisa diberitahukan pada pasien).
Lalu, bagaimana kalau komunikasi dokter saat kondisi gawat darurat, menangani pasien dulu atau memberi informasi pada keluarga pasien?
Dokter harus berikan jaminan keamanan kepada pasien. Hanya dokter yang tahu apakah tindakan itu harus segera dilakukan atau tidak.
Bolehkah pemberian informasi dokter didelegasikan ke petugas medis lain saat kondisi darurat?
Boleh diwakilkan, sejauh dokter paham orang yang didelegasikan ini yakin mampu. Harus dokter ya..dan alasan dokter mendelegasikan juga harus jelas, bukan karena sibuk atau apa.
Masih dalam kondisi darurat, bagaimana jika pasien diminta uang jaminan atau kalau tidak terkumpul tindakan medis akan ditunda-tunda?
Nggak usah mikir-mikirin duit. Rumah sakit rugi, biar aja rumah sakit rugi. Rumah sakit wajib memberikan pertolongan gawat darurat termasuk kepada orang tidak mampu.
Apakah benar dokter di RS swasta ditarget untuk mendatangkan sejumlah pasien atau pemasukan?
Masing-masing RS punya standar prosedur operasional. Kalau dia mau seperti itu ya itu urusan dia. Tapi untuk gawat darurat, rumah sakit apapun tidak boleh menolak pasien. Biasanya sih kalau di RS swasta, setelah gawat darurat teratasi lalu dirujuk.
Dalam hal RS swasta, apakah jadinya hubungan dokter-pasien menjadi seperti penjual-pembeli?
Saya nggak suuzon ya.. tapi memang ada yang menjadikan ini bisnis.
Biasanya pasien kan posisinya lemah berhadapan dengan dokter dan rumah sakit, bagaimana kondisi ini (konflik dokter-pasien) tidak terjadi lagi?
Ini terjadi karena pasien tidak punya wawasan kedokteran. Jadi kesannya dokter di atas, pasien di bawah. Negara melihat itu. Maka dibuatlah UU supaya bisa berimbang. Pasien sebenarnya bsia mengkriminalkan kalau dokter memang salah. Tidak ada dokter yang kebal hukum.
Di Belanda ada aturan dokter bisa dihukum atau dicabut izin praktiknya, bagaimana dengan di Indonesia?
Itu ada juga aturannya, UU nomor 44 tahun 2009 pasal 32 (UU Rumah Sakit, red) pasien berhak menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan uyang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana.
Tapi ya kalau kasus di Manado (dr Ayu dkk), kita tahu itu tidak salah. Selama dokter tidak salah, ya aman..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar