BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 30 November 2013

Ombudsman Panggil IDI Perihal Aksi Mogok

Jpnn
JAKARTA--Aksi mogok dokter yang dilakukan Rabu (27/11), mendapatkan kecaman sejumlah pihak, tak terkecuali Ombudsman RI. Lembaga pengawas layanan publik itu meminta asosiasi kedokteran tidak lagi mengarahkan dokter untuk melakukan aksi mogok bersama.
     
"Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan," ujar Hendra Nurtjahjo, komisioner ombudsman bidang pencegahan di Jakarta, Kamis (28/11).

Menurut Hendra, sikap protes tersebut mestinya dilakukan secara konstruktif tanpa harus merugikan hak publik. "Misalnya, IDI bisa menuliskan surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar," paparnya.
Dengan melakukan aksi mogok berarti ada pelanggaran etik yang dilakukan dokter. "Aksi ini bertentangan dengan tanggung jawab dokter yang termuat dalam sumpah kedokteran. Pengabaian kewajiban yang terjadi kemarin bisa saja berakibat kematian atau penderitaan yang semestinya ditangani dokter tapi justru tidak berada di tempat praktek. "Hal ini merupakan mal administrasi pelayanan publik," papar Hendra.
Jika aksi mogok Rabu kemarin tetap dilakukan, maka Ombudsman RI akan mengambil tindakan dengan memanggil IDI untuk dimintai klarifikasi mendalam. "Kami juga akan meminta MKDI (Majelis Kehormatan Dokter Indonesia ) segera mengambil tindakan bagi para dokter yang melakukan tindakan indisipliner karena meninggalkan tugasnya dan menelantarkan pasien," imbuhnya.
Kritikan atas aksi mogok dokter juga datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut pengurus harian YLKI Tulus Abadi, kasus yang sedang dialami oleh dokter Ayu beserta tiga rekannya diakibatkan oleh komunikasi yang buruk. Sehingga para dokter tersebut tidak mengetahui lebih jelas resiko penyakit yang tengah dialami pasien.
Tulus menjelaskan, saat pasien datang, dokter kurang menggali lebih dalam mengenai penyakit yang sedang diidap oleh pasien. Hal tersebut pun diimbangi dengan pasif nya sang pasien dalam menyampaikan apa yang sedang ia rasakan. Dengan situasi seperti itu dan minimnya pengetahuan pasien akan penyakit yang ia derita, sudah seharusnya pihak dokter lebih menggali dan menjelaskan tentang apa yang pasien derita. "Itu adalah tipikal dokter yang ada di Indonesia. Mereka bukan lemah dalam skill namun lemah dalam komunikasi," jelas Tulus.
Kurang baiknya komunikasi tersebut juga dibenarkan oleh Kementerian Kesehatan. Dirjen Bina Upaya Kesehatan Akmal Taher mengakui tidak semua dokter memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi. Hal itu yang akhirnya mendorong pihak Kemenkes untuk memasukkan uji komunikasi pada uji kompetensi dokter nantinya. Meskipun komunikasi telah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran saat ini."Sama seperti orang pada umumnya. Ada yang pintar menulis tapi kurang bagus berkomunikasi. Sebaliknya, orang yang bagus komunikasinya belum tentu bisa menulis dengan baik. Sama seperti dokter karena dokter juga tidak semuanya bisa berkomunikasi dengan baik," ujar Akmal.
Terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie mendorong agar kedepan para dokter perlu melakukan penyempurnaan kode etik yang dimiliki. Hal itu diperlukan, agar nantinya ada aturan yang lebih jelas tentang kemudngkinan ada tidaknya pelanggaran ketika seorang dokter menjalankan profesinya. Sekaligus, sejauh mana pelanggaran tersebut.
Sebab, dia mengingatkan, bahwa meski menjalankan profesi yang sangat mulia, dokter tetaplah bukan profesi yang kebal hukum. Menurut dia, kalau ada unsur pidana dalam sebuah pelanggaran yang dilakukan, maka dokter juga tidak boleh berlindung dibalik profesinya. "Oleh karena itu perlu diatur ketentuan-ketentuan apakah mereka melanggar profesi atau tidak, sepanjang sudah melaksanakan protap sih dokter tidak bisa dikriminalkan.Makanya kita dorong agar ada ketentuan yang lebih jelas," papar Marzuki di komplek parlemen Jakarta kemarin (28/11).
Lebih lanjut dia memaparkan, kalau secara faktual dugaan malpraktek telah banyak dilaporkan masyarakat. Hal tersebut juga perlu menjadi introspeksi tersendiri bagi para dokter. "Anggota DPR saja istrinya ada yang jadi korban malpraktek kok.Sampai sekarang istrinya masih menjalani pengobatan akibat malpraktek tersebut, dokternya pun lari," ungkap politisi Partai Demokrat tersebut.(mia/dyn/gun/kim)

Tidak ada komentar: