Tiga dokter yang menangani Fransiska atau Siska divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA), 18 September 2012 karena terbukti malapraktik. Mereka adalah Ayu Swasyari Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian yang saat menangani Siska tahun 2010 sedang bertugas di Rumah Sakit Kandou, Manado, Sulawesi Utara.
Dikutip dari putusannya, MA mengamini argumentasi Kejaksaan Negeri Manado untuk menjerat ketiga dokter itu dengan malapraktik saat menangani Siska. Salah satu kesalahan tim dokter Ayu dkk ini, menurut MA adalah tidak memberitahu keluarga Siska tentang resiko operasi caesar. Mengingat risiko yang tinggi, dokter wajib meminta persetujuan keluarga saat akan mengoperasi caesar pasien.
Urusan meminta persetujuan ini bermula saat dokter Ayu sebagai Terdakwa I akan mengambil tindakan medis berupa cito secsio sesaria (operasi caesar) atas Siska, 10 April 2010 untuk mengeluarkan bayi dari kandungannya. Ayu kemudian mengintruksikan dokter Helmi untuk membuat surat konsul ke bagian anestesi dan pemeriksaan darah pasien secara lengkap.
Ayu juga konsul kepada dokter Hermanus Jakobus Lalenoh, SpAn. Menjawab konsul itu, Hermanus menyatakan setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi risiko tinggi. "Oleh karena ini adalah operasi darurat, maka mohon dijelaskan kepada keluarga risiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi," demikian jawaban Hermanus seperti dikutip dari putusan MA.
Ayu lantas menugaskan Hendy Siagian (terdakwa III) untuk memberitahukan keluarga Siska soal tindakan medis berisiko tersebut.
Tetapi, Hendy tidak melaksanakan tugas itu. Dia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan medis atau informed consent itu ke Siska yang tengah kesakitan.
Hal ini, menurut MA, dilihat dokter Ayu dari jarak kurang lebih tujuh meter, dokter Hendry Simanjuntak (terdakwa III) dari jarak kurang lebih tiga meter, dan juga dokter Helmi.
Belakangan, tanda tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut dinyatakan sebagai tanda tangan karangan. Dakwaan Jaksa menyebut, tanda tangan di form itu berbeda dengan tanda tangan Siska di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes.
Hal ini diperkuat hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik tanggal 9 Juni 2010 dengan NO LAB : 509/DTF/2011. Pemeriksa tanda tangan ini adalah Samir, Ardani Adhis, dan Marendra Yudi. "Menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan atau spurious signature.
Siska kemudian dioperasi caesar Sabtu malam 10 April 2010. Namun, kondisi Siska kian parah dan akhirnya meninggal dunia.
Diberitakan sebelumnya, pemidanaan Ayu dkk diprotes keras para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Rabu 27 November 2013, para dokter demonstrasi besar-besaran. Sebagian dari dokter-dokter itu pun mogok kerja. Mereka menuding, pidana atas tindakan medis yang diambil dokter terhadap pasien adalah bentuk kriminalisasi. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar