BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 04 Oktober 2011

Setelah 'Teroris', Benny Sebut KPK 'Tsunami'

VIVAnews -- Dalam rapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pimpinan DPR, Ketua Komisi III DPR, Benny K. Harman, melontarkan kalimat yang menusuk. Dia menyebut, gaya pemanggilan saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai terorisme baru.

Hari ini istilah lain dikeluarkan Benny untuk KPK: tsunami. "KPK itu kan kayak tsunami, KPK panggil Dewan kayak tsunami," kata  Benny di DPR, Selasa 4 Oktober 2011.
"Tsunami kayak banjir bandang, kalau (bagi) saya ya menakutkan. Kalau saya sih senang saja apa yang dilakukan KPK itu, pemangggilan sejumlah angggota Dewan sangat positif menciptakan ketakutan supaya hentikan praktek yang sama-sama kita ketahui," lanjut Benny.

Ia juga menanggapi pernyataan sesama koleganya di Komisi Hukum Dewan, Fahri Hamzah -- politisi PKS itu menyuarakan soal pembubarak KPK.

Menurut Benny lontaran Fahri sudah sering didengarnya dalam rapat di Komisi III DPR. Menurutnya, Fahri bicara seperti itu adalah hak sebagai anggota Dewan. "Di mana-mana orang ngomong (bubarkan KPK). Marzuki Alie sudah ngomong dan Fahri juga, apa masalah? Itu kan hak pendapat mereka dan itu hak azasi dan tentu ada alasan dan argumentasi, apa alasannya ya kan," ujarnya.

Apakah lontaran Fahri "ingin membubarkan KPK" sudah dibahas di Komisi III DPR? "Ya nggak tahu apakah dia akan kemukakan, komisi kan ada 55 anggota dan 9 fraksi," kata dia.
Kegaduhan Politik
Politisi Demokrat itu menambahkan, yang dipersoalkan bagaimana pemberantasan korupsi kewenangan absolut KPK tidak menimbulkan kegaduhan politik.
"Usulan seperti itu tidak berarti tidak mendukung, misalnya jangan BAP terhadap tersangka dan saksi dibuka kepada publik. Soal pemanggilan anggota Dewan sepenuhnya kewenangan KPK dan tidak bisa diintervensi tapi Dewan punya hak menanyakan dan hal yang dibolehkan UU silahkan dijelaskan KPK," ujarnya.

Namun, Benny mengakui, alasan pihaknya'berteriak' karena mengira KPK memeriksa Badan Anggaran sebagai lembaga. Sebab, hal itu tidak lazim. "Itu kan soal ketidakbiasaan saja sehingga timbulkan kepanikan, miskomunikasi seolah yang dipanggil Banggar. Tapi ternyata orangnya," ujarnya.

Tidak ada komentar: