BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 11 Oktober 2011

5 Penegak Hukum Rumuskan Syarat Justice Collaborator & Whistle Blower

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan tiga institusi lainnya melakukan pembahasan dan perumusan Surat Keputusan Bersama (SKB) soal justice collaborator dan whistle blower. Hal ini terkait dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2011 tentang rencana aksi pemberantasan dan pencegahan korupsi.

Pembahasan yang dilakukan lima institusi tersebut, yakni Kejagung, LPSK, KPK, Polri, dan Mahkamah Agung merupakan tindaklanjut dari Inpres Nomor 9 Tahun 2011.

"Salah satu yang rencana aksi itu merumuskan SKB tentang justice collaborator dan whistle blower, nah itu yang kita rumuskan di sini," ujar Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2011).

"Mudah-mudahan nanti hasilnya bisa diselesaikan sebelum Desember 2011," imbuhnya.

Dikatakan Semendawai, SKB yang dirumuskan tersebut akan menjadi pegangan teknis bagi seluruh aparat penegak hukum dalam menangani, memperlakukan, melindungi seorang whistle blower atau saksi pelapor dan juga justice collaborator kelak. Definisi justice collaborator sendiri, menurut Semendawai berbeda dengan whistle blower.

Seorang justice collaborator pada intinya merupakan seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara.

"Bahkan dia mau mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi apabila aset itu ada pada dirinya," ucapnya.

Salah satu hal yang dibahas yakni soal persyaratan seseorang mendapat perlindungan sebagai seorang justice collaborator. "Jadi tahapannya seperti apa, kriterianya seperti apa, ini yang semuanya masih kita rumuskan," terang Semendawai.

Jika sebelumnya tidak ada aturan yang jelas terkait whistle blower dan justice collaborator. Maka perumusan SKB ini dinilai akan menjadi aturan jelas bagi aparat penegak hukum dalam waktu mendatang.

"Akan jelas masing-masing aparat penegak hukum itu punya satu pedoman yang bisa mereka tindaklanjuti. Kita pun dari LPSK mendorongnya pun lebih mudah nanti, menangani misalnya saksi pelapor seperti apa, dan juga justice collaborator seperti itu dan teman-teman dari MA atau KPK dan lain sebagainya juga lebih mudah menerima apa yang kita lakukan," jelas Semendawai.

Ditambahkan dia, untuk saat ini LPSK telah menerima permohonan perlindungan sebanyak 270 permohonan. Sebagian besar terkait kasus korupsi. Namun, belum semuanya bisa dikabulkan.

Tidak ada komentar: